Sebuah blog yang berisikan tentang perjalanan wisata sejarah dan perjalanan kehidupan

Minggu, 20 Januari 2019

Friendship Goals




                                               





Ini tulisan pertama gue di 2019, setelah sekian lama menjadikan niat “Mengisi Blog” hanya sekedar wacana, kali ini gue benar-benar berharap bisa konsisten dengan niat gue sendiri.
Bismillah.

Untuk pertama kalinya, gue mau cerita tentang persahabatan. Indah banget ye kan ide tulisan gue? Kwkwkwkkw.

Waktu kecil gue punya sahabat dua orang. Mereka perempuan. Kebetulan persahabatan kami bermula karena kami bertetangga. Sampai akhirnya salah satu dari sahabat gue itu pindah rumah. Sebut aja Namanya Dian. Eh, emang bener sih Namanya Dian. Wkwkkwk

Biarpun nggak jauh-jauh banget, cuma pada akhirnya dia punya teman di lingkungan baru. Dari situ hubungan gue sama temen gue itu nggak lagi seakrab dulu. Tapi gue masih dekat sama yang satunya. Namanya si Ani. Kita kemana-mana tetap sama-sama, sampai akhirnya beranjak SMP, kami sama-sama sibuk dengan urusan sekolah. Ditambah lagi gue udah jadi anak band di masa itu. Ceilehhh…

Beranjak SMA kesibukan gue makin jadi. Sekolah,band, dan … ya, benar. Pacaran. Gue punya pacar dan kami selalu sama-sama dalam berbagai aktivitas, kecuali sekolah, ya. Karena memang beda sekolah. Hubungan gue sama Ani makin jauh. Entah dimana dia bergaul, yang pasti kita udah makin jarang ketemu. Dan mereka adalah sahabat perempuan terakhir gue, karena setelahnya gue nggak nemu lagi temen-temen cewek seasik mereka. Gue pun memutuskan untuk menjadikan teman-teman band gue (yang isinya cowok semua itu) sebagai sahabat.



                    

Dalam hal apapun pasti ada sisi positif dan negatifnya, kan? Sama halnya dengan keputusan gue untuk bersahabat sama temen-temen yang cowok. Apalagi akrabnya kami mirip orang pacaran. Dan yang biasaya reaktif adalah para tetangga rumah gue yang selalu pasang muka angker tiap gue dianter pulang sama salah satu sahabat gue.
Gini, ya. Dalam satu band kan personilnya ada 4-5 orang. Gue vokalis, jadi ada 4 orang lain di dalam band itu, donk?
Jadi emang dasar gue juga suka iseng, tiap pulang latihan, yang biasanya seminggu 2-3x gue selalu minta mereka anter gue pulang bergantian. Semacam ada shift-nya gitulah. Padahal ngga ada maksud apa-apa juga. Cuma gue kan ya namanya numpang dianter, jadi supaya mereka semua merasakan penderitaan yang sama satu dengan yang lain. Sayangnya tetangga gue itu tanpa nanya, tanpa konfirmasi apapun memberi label kalo gue itu cewek yang nggak bener.

Sebenernya gue nggak apa-apa, lho. Mereka mau sebut apapun sih ya terserah. Cuma gue jadi kasihan sama bokap gue yang ikut-ikutan kena dampaknya. Beliau kan haji, jadi dianggap haji gagal karena nggak bisa didik anak perempuannya dengan baik. “I'm so sorry, Pah,” :'(

Tapi bokap gue ternyata nggak terlalu mikirin mulut tetangga. Dia tahu kok kalo gue tetap bisa jaga nama baik keluarga. Jadi kami tenang, justru para tetangga yang bimbang. Hahahhaa

Ok, balik ke soal persahabatan lagi. Banyak hal yang bikin gue lebih suka bersahabat dengan cowok. Karena mereka fair. Nggak akan ada adegan baper-baperan karena naksir orang yang sama, kecuali salah satu dari sahabat gue itu homo. Nggak ada bersaing beli baju atau kosmetik mahal, kecuali mereka banci. Ya, gak? Mereka benar-benar negur gue kalo jalan gue udah melenceng jauh. Mereka bisa marahin cowok gue kalau mulangin gue lebih dari jam 12 malam. Rasa-rasanya gue jadi punya kakak setelah gue memutuskan bersahabat sama mereka. Untungnya juga cowok gue saat itu ngerti dan nerima semua saran mereka.

Berlanjut ke masa-masa kuliah. Gue kuliah di Yogyakarta. Bukan, bukan UGM. Otak gue bisa muter-muter kayak spiral kalo dipaksa masuk ke kampus keren itu. Gue kuliah di Mercubuana (sebelumnya Wangsa Manggala). Selama di Jogja gue dapat lebih banyak lagi teman-teman cowok yang akhirnya mereka pun jadi sahabat gue. Karena sampai sekarang hubungan kami tetap akrab biarpun gue udah balik ke Jakarta dan menikah.
Mungkin karena gue nggak punya kakak, ya. Jadi gue itu kayak ngerasa kosong. Gue pengen punya tempat nangis, tempat ngadu, minta dibelain kalo ketemu orang yang jahatin gue, atau minta duit. *lah

Dan bersyukurnya gue, Tuhan kasih itu semua lewat para sahabat-sahabat gue yang berkelamin laki-laki. Gue kayak ngerasa hidup gue selalu aman karena adanya mereka. Walaupun gue punya pacar, tapi rasanya ada hal yang membatasi diri gue untuk cerita banyak ke dia. Kayak nggak leluasa gitulah. Masa gue kudu nyeritain ke dia kalo ada beberapa cowok yang naksir gue? Gak mungkin, kan? Atau masa gue ceritain ke dia kalo kemarin gue habis nonton berdua sama cowok yang baru gue kenal 2 hari di belakang dia? Yang ada gue dimaki-maki. Yang lebih gak mungkin lagi, masa gue kudu bilang ke dia kalo tempo hari gue gak mau kissing sama dia karena mulut dia bau rendeman kaos kaki?
Jelas, itu sangat-sangat tidak mungkin kan, Gaessss?

Nah, tapi semuanya berubah sejak gue menikah.
Bukan, gue bukan nikah sama yang mulutnya bau rendeman kaos kaki. Gue nikah sama cowok kalem yang wanginya kayak bayi. Iya, bayi yang mandinya pake air rendeman kaos kaki. Wkwkkwkww
Nggak, ding. Beneran, suami gue ini wangi. Bersih sekali. Putih kulitnya nurun ke anak gue. Alhamdu……lillah.

Setelah gue nikah sama belio, gue jadi sangat jaga jarak sama para sahabat cowok. Pastinya lah ya..
Biar gimanapun ada kode etik yang harus gue jaga baik-baik. Sebenarnya suami gue bukan tipikal suami yang banyak larangan. Dia bebasin gue bergaul, kok. Silakan aja. Tapi kebaikannya itu bukan tanpa alasan. Gue selalu cerita ke dia nama-nama temen gue. Gue ceritain gimana watak mereka satu per satu. Suami gue sangat menghargai cara gue memperkenalkan sahabat-sahabat gue. Makanya dia nggak pernah melarang berlebihan. Tapi ada yang nggak gue ceritain sih, salah satu dari sahabat gue itu pernah pacaran sama gue sebelumnya. Wkkwkwkkw

Karena kebaikan hati suami gue itulah makanya gue jadi lebih tahu diri. Gue sangat membatasi diri untuk nggak lagi terlalu akrab sama temen-temen cowok. Syukurnya, para sahabat gue bisa menerima keputusan gue itu. So sweet ya mereka :D
Tapi bukan berarti sekarang gue jadi nggak punya sahabat. Punya, donk!

Gue punya 3 perempuan spesial yang gue kenal walaupun cuma sebatas media sosial. Banyak hal yang gue bagi sama mereka. Juga mereka bagi sama gue. 3 perempuan itu lebih tua dari gue, lebih banyak pengalaman, dan mereka sangat ngemong gue banget. Setiap hari kami komunikasi di WAG. Segala macam hal kami bahas, sampai hal yang nggak pernah gue bahas sama sahabat-sahabat yang cowok. 
Pikiran gue selama ini tentang ribetnya bersahabat sama cewek hilang setelah gue kenal sama 3 diva ini. Dulu gue sangat antipati akrab sama perempuan. Gue berusaha jaga jarak, jangan sampai ada adegan curhat-curhatan yang berkepanjangan. Tapi setelah gue kenal sama 3 perempuan dewasa ini, gue jadi malu hati. Ternyata selama ini gue terlalu underestimated sama kaum gue sendiri. Ternyata kalau gue bisa ketemu yang satu visi dan misi rasanya jauh lebih nyaman ketimbang gue bergaul sama sahabat cowok. Kalau gue punya masalah serius, perempuan-perempuan ini bantu cari jalan keluar dari sudut pandang mereka. Nggak jarang mereka bilang gue egois. Nggak jarang juga mereka komentarin make up gue yang nggak pada tempatnya. Gue bisa bahas soal bagian intim kewanitaan, soal kehamilan, soal arisan, santet, pelet, segala macam bisa ke mereka. Kalau gue terlalu lama haha hihi di WAG mereka juga ngomel, berusaha ngingetin kalau gue itu punya anak yang harus diurus, kwkwkkwkw. Biar bagaimanapun, curhat ke sahabat cowok tetap ada batasannya. karena beberapa hal jelas kita berbeda. Btw, gue berharap dalam waktu dekat bisa kopi darat sama para mbakyu gue itu. Aamiin.







Jadi, yahhh,, pelajaran yang bisa gue ambil dari pengalaman gue selama ini. Gue nggak mau lagi melihat sebelah mata sama hal yang belum pernah gue coba. Karena gue nggak akan pernah tahu bahwa dalam hal-hal yang selama ini gue hindari ternyata ada nilai positif yang bisa gue peroleh. Terkadang kita tidak bisa menebak siapa yang akan jadi sahabat kita, bahkan orang yang kita pilih sekalipun belum tentu bisa dan cocok dianggap sebagai sahabat. Mereka datang di saat tidak disangka, bisa pula pergi di waktu yang tidak terduga. 

Untuk kalian, mau bersahabat sama cewek atau cowok, silakan saja. Masing-masing punya nilai sendiri. Asal pintar-pintar membawa diri, insya Allah yang kamu dapat adalah kebaikan. 

Salam sayang,
Ajeng Leodita



4 komentar:

  1. Sudah bener keputusan bersahabat dengan tiga cewek hebat itu setelah menikah. Sebab persahabatan dengan cowok, rawan menimbulkan masalah.
    Kata pak Ustad, tidak tepat curhat-curhat seorang istri kepada lelaki yang bukan suaminya.
    Semoga langgeng, menjadi keluarga yang sakinah, mawwadah, warohma bersama lelaki wangi pendamping hidup di dunia bahkan di akhirat nanti. Aamiin....

    BalasHapus
    Balasan
    1. Trims, mamak. Aku itu modelan manusia yg selalu percaya kalo sudab praktek. Dan ternyata dalam Islam banyakkkk sekali hal yg sesuai sm hatiku. Makasi mamak peny. Jgn bosen mampir sini, ya. 😘

      Hapus
  2. Beb, ini enaknya gue komen apa, ya, Beb?

    BalasHapus
    Balasan
    1. Elu nongol aja dulu, beb. Krn gue bakal bikin tumisan eh tulisan ttg kita. Lusa release.... Kamu akan terpukau kwkwkwkwk

      Hapus