Sebuah blog yang berisikan tentang perjalanan wisata sejarah dan perjalanan kehidupan

Jumat, 30 Desember 2022

Tetangga Depan Rumah


 

Sumber gambar : https://travelingyuk.com/

Hari ini genap 5 tahun aku tinggal di perumahan ini. Tetangga yang ramah, fasilitas lengkap dan aman dari maling karena hampir di segala penjuru diletakkan CCTV.

Awalnya, di blok ini ada 2 unit rumah yang  belum terisi, rumah yang kini kutempati dan rumah yang ada di depannya. Dari luas tanah dan bangunan hampir sama, namun untuk desain aku lebih suka rumah yang akhirnya jadi milikku ini.

Beberapa kali kulihat ada yang menempati rumah di depanku, rumah bercat biru muda itu memang hanya disewakan, tidak untuk dijual. Namun, mereka yang pernah mengisi rumah itu tidak pernah bertahan lama. Ada yang hanya 6 bulan bahkan yang Cuma sebulan pun ada. Entah apa alasannya, yang pasti mereka pergi tanpa sempat berpamitan lagi pada tetangga sekitar.

Aku baru beberapa kali melihat pemilik aslinya, seorang wanita tua yang kutaksir usianya sudah mencapai kepala tujuh. Ia selalu datang seorang diri. Setelah kuperhatikan jadwal kedatangannya, biasanya setahun sekali.

Jika datang, biasanya ia membawa sebuah bungkusan berukuran sedang, kemudian akan menghabiskan waktu berjam-jam dalam rumahnya. Aku tak tahu apa yang dilakukannya di dalam sana, karena aku hanya bisa memantau dari jendela ruang tamuku. Mungkin wanita itu membersihkan bagian dalam rumah atau memeriksa bagian-bagian yang harus diperbaiki. Banner yang menempel di pagarnya menunjukkan bahwa ia memang masih terus mencari penyewa untuk rumah itu sehingga wajar bila ia harus menjaga kondisinya. Tapi mungkin jauh lebih pantas jika yang membersihkan rumah ini adalah anak-anaknya, mengingat usia ibunya sudah tak muda lagi.

 

Para tetangga yang sudah mengenalnya sejak dulu tak pernah lagi disambangi. Rumor yang beredar, sejak suaminya meninggal dunia, anak-anaknya memutuskan untuk menjual rumah itu, namun si ibu menolak, dengan alasan rumah ini satu-satunya peninggalan ayahnya. Akhirnya diambil jalan tengah, rumah itu tak dijual namun hanya disewakan. Dan si ibu diajak tinggal bersama anak-anaknya.

 

Sampai pada beberapa bulan lalu, tanpa sengaja kami berpapasan di depan rumah, saat ia turun dari mobilnya lalu membuka pagar. Sebagai tetangga kutawarkan bantuan. Wanita itu menolak, sorot matanya terkesan curiga. Sumpah, rasanya menyesal sudah menyapanya.

Aku langsung masuk ke rumah, menghempaskan rasa kesal karena kejadian itu. Diam-diam aku mengamatinya dari jendela, karena rasa penasaran yang cukup besar aku pun bergerak ke luar dan mendekati pagarnya.

Samar-samar kudengar wanita itu menyanyikan lagu selamat ulang tahun.

Astaga, apa ini? Aneh sekali menyanyikan lagu ulang tahun tanpa ditemani siapa-siapa. Pikiranku langsung tertuju pada bungkusan yang wanita itu bawa saat kami berpapasan tadi. Mungkinkah itu kue ulang tahun? Apakah wanita itu tengah berulang tahun dan ingin merayakannya seorang diri di sini? Segala macam dugaan memenuhi isi kepala, rasa penasaran makin membabi buta. Walaupun sebenarnya aku takut ada tetangga lain yang melihatku melakukan ini, atau sialnya, jika wanita tua itu sadar ada seseorang yang menguntitnya karena curiga. Pikir belakangan, yang penting aku tidak sampai mati penasaran.

 

Aku pun memutuskan untuk tetap berdiri di pagar rumah itu, menunggu kejutan selanjutnya. Benar saja, kurang dari 10 menit setelah wanita itu selesai bernyanyi, ia seakan tengah bicara pada seseorang.

“Selamat ulang tahun, Pa. tetap di rumah ini, ya. Jangan kemana-mana.”

 

 -Selesai-

Kamis, 29 Desember 2022

Kalender Tahun Baru Dari Taji


 



Hujan masih belum berhenti sejak semalam. Gerobak angkringan yang terparkir di beranda rumah jadi ikut-ikutan basah. Romili, pria muda yang baru saja menikah itu adalah pemiliknya. Walaupun hujan berkepanjangan diprediksi akan terus berlanjut hingga awal tahun, Romili tak khawatir. Angkringannya selalu ramai pembeli. Olahan wedang jahe merahnya sudah dikenal di mana-mana. Bahan bakunya dikirim langsung oleh keluarga besarnya di desa.

 

Pukul 3 sore Romili dan wanita yang baru 3 bulan dinikahinya itu sudah siap mendorong gerobak ke ruko yang mereka sewa di pinggiran jalan utama. Lokasi strategis juga salah satu alasan angkringannya mudah dijangkau. Tarif sewa satu setengah juta per bulan tidak terlalu memberatkan jika dibandingkan dengan omzet angkringan tiap malam.

 

Tepat di seberang ruko, ada lampu merah yang menjadi sumber kemacetan sehari-hari. Namun, hal itu justru menjadi ladang rejeki bagi beberapa pedagang asongan. Salah satunya, Taji. Dua tahun belakangan, anak 8 tahun itu membantu ibunya berjualan. Ia menjajakan tissue yang diambil dari agen besar bersama beberapa anak seusianya yang juga sama-sama menjadi tulang punggung keluarga.

Taji kerap mampir ke warung angkringan milik Romili, membeli nasi untuk dia dan ibunya. Anak laki-laki itu tak pernah mengharapkan nasi gratis, ia selalu membayar dengan harga sama seperti pembeli yang lainnya.

 

“Om Romi, nasi 2, ya.” Ucap Taji seraya menyerahkan dua lembar uang pecahan dua ribu dan 2 keping pecahan seribu rupiah.

 

Romi memperhatikan Raji dari ujung kepala hingga ujung kaki. Raji mengikuti arah pandangan Romili.

 

“Jaman sudah modern begini, masih aja kamu jualan kalender, Ji. Bilang sama ibumu, kreatif sedikit.”

Ucap Romi setelah melihat beberapa gulung kalender yang diselipkan di ketiak kanan Taji.

 

Tiap awal Desember, selain menjual tissue, anak itu juga selalu menjual kalender tahun baru. Benar apa yang Romili bilang, kalender dalam bentuk fisik tak terlalu diperlukan lagi, orang-orang lebih senang melihat tanggal di jam tangan atau ponsel mereka. Namun, Taji tidak berpikir sejauh itu, yang ada di kepalanya hanya bagaimana ia dan Ibunya tetap makan tiap hari untuk melanjutkan hidup.

 

Taji buru-buru pamit dari hadapan Romili, jika ia tak segera pergi, laki-laki itu akan semakin sinis padanya. Lagi pula, ibunya pasti juga sudah lapar, sejak pagi belum ada yang mereka konsumsi selain air putih yang dibawa dari rumah.

 

Pukul 7 malam, angkringan mulai ramai pembeli. Stok nasi kucing bahkan sampai dibuat lebih banyak dari biasanya. Walau sering terlihat kewalahan, namun, Romili dan istri masih belum berpikir akan mencari orang untuk bantu-bantu. Watak Romili ini yang kerap dianggap pelit oleh para tetangga yang awalnya berharap akan diajak bekerja olehnya.

Saat angkringan sedang padat-padatnya, istri Romi melihat kedatangan Taji yang tiba-tiba. Jarang sekali anak itu mampir ke sini malam hari. Rumahnya pun jauh dari lokasi angkringan ini. Taji terlihat memang tak seperti ingin membeli nasi seperti biasanya. Wajahnya kuyu, bibirnya membiru, pakaian yang ia kenakan pun masih sama seperti sore tadi dan sudah basah kuyup.

 

Istri Romi memberi kode pada suaminya, agar cepat-cepat menghampiri Taji.

 

“Ngapain ke sini lagi? Mau beli nasi lagi? Kalender sama tissuemu laku banyak?”

 

“Nggak, Om. Saya mau bantu cuci piring atau bersih-bersih di sini, boleh? Saya butuh uang, ibu sakit,”

 

“Yang butuh uang bukan cuma kamu, saya juga.” Balas Romili sinis.

 

Taji membeku di tempatnya berdiri. Dinginnya malam ini tak lebih dingin dari uacapan Romili barusan. Ada sesak yang memenuhi dada pria kecil itu. Memang seharusnya ia tak datang ke sini. Mengharapkan bantuan datang dari sosok Romili seperti mengharap kalender laku 100 gulungan dalam sehari. Nihil.

 

“Baik, Om. Saya pamit.” Taji membalikkan tubuhnya, berjalan pelan dan hampir putus asa.

 

“Sebentar,” panggil Romi tiba-tiba, kemudian mengeluarkan dua lembar uang lima puluh ribu dari saku celananya.

 

“Ambil ini, bawa Ibumu besok ke puskesmas. Jangan lama-lama di sini, nggak enak kalo pembeli di sini lihat. Pengamen saja saya larang masuk, apalagi …,” Romili tak melanjutkan kalimatnya, ia melihat ada beberapa motor baru datang. Itu jauh lebih penting ketimbang menghardik anak kecil ini terus-terusan.

Taji menggenggam uang dari Romili, air matanya benar-benar tumpah kali ini. Perasaannya tak karuan. Antara malu, sedih karena merasa dikucilkan, namun tetap ingin berterimakasih atas bantuan yang diberikan.

 

*

 

Seminggu berlalu, Romili baru melihat lagi Taji di lampu merah. Tangan kanannya menjinjing kalender yang terbuka, mendekati mobil-mobil yang terpaksa berhenti karena macet luar biasa, sementara tangan kirinya menggenggam kalender yang tergulung. Anak laki-laki itu terlihat sesekali ngobrol dan bercanda dengan teman-temannya yang juga berjualan di sana. Mereka berusaha menikmati kesulitan yang tengah mereka jalani, membawanya ke situasi yang lebih menyenangkan.

 

Pukul lima sore, Taji mendatangi angkringan Romili, memesan sebungkus nasi dan mengeluarkan uang recehan dari dalam kantong plastik hitam. Ia menghitung uang itu pelan-pelan di hadapan Romili.

 

“Om, 103 ribu, ya.”

 

“Apa itu? Oh, mau bayar hutang ceritanya? Udah kaya, ya, sekarang?” Romili kembali menyindir lagi.

Taji menggeleng lemah.

 

“Sini, deh. Alhamdulillah kalau bisa kembalikan uang dari saya kemarin,” Romili mengambil uang dari tangan Taji.

 

“Iya, Om. Terima kasih bantuannya. Kemarin setelah dapat uang dari Om Romi, saya langsung bawa ibu ke rumah sakit,”

 

“Oh, terus kok beli nasinya cuma 1? Ibumu sudah sehat?”

 

“Ibu sudah nggak ada, Om. Untung ada uang dari Om Romi, jadi Ibu meninggalnya di rumah sakit, jenazahnya diurus pihak sana, kalau Ibu masih di rumah, saya pasti bingung gimana pemakamannya. Ini uang dari para pelayat saya sisihkan untuk membayar hutang ke om Romi, sisanya untuk membuat nisan Ibu.”

 

Seketika lidah Romi kelu, ia tak tahu harus berkata-kata seperti apa menanggapi kabar duka yang baru diceritakan anak kecil di hadapannya saat ini. Bergegas Romi meninggalkan Taji sendiri, masuk ke kamar mandi ruko dan menangis sejadi-jadinya, bahkan ia tak peduli dengan pembeli yang mungkin mendengar suara tangisannya. Istrinya bingung melihat sikap Romi hari ini. Ia menunggu suaminya menyelesaikan luapan emosinya.

 

“Ada apa?” tanya istrinya lembut.

 

“Ibunya Taji meninggal,”

 

“Innalillahi wa innailaihi rojiun, sakit?”

 

Romi mengangguk pelan.

 

“Bukannya Mas nggak suka sama anak itu?” selidik Sang Istri.

 

Romili menarik napas panjang, bersiap untuk mulai menceritakan sebuah kisah kelam yang pernah terjadi padanya belasan tahun silam.

Romili lahir dari keluarga yang tak utuh, sejak kecil, ia tak pernah mengenal ayahnya. Ia dan ibunya menumpang hidup pada sang nenek. Saat Romili usia 9 tahun, ia sudah mulai berjualan di pasar. Neneknya membuat cucur dan Romi yang menjajakannya. Sementara Ibunya justru berkelana dengan banyak laki-laki. Dan sampai detik ini, Romili tak pernah lagi bertemu dengan ibunya. Masih hidup atau sudah meninggal dunia, Romi tak tahu lagi keadaannya. Sikap keras Romi bukan karena ia benci pada Taji. Namun, ia ingin Taji tumbuh menjadi pria kuat dan berani. Malam itu Romi memberikan uang pada Taji dan meminta anak laki-laki itu cepat pergi dari angkringannya karena ia tak mau Taji lama-lama di jalan dengan posisi baju basah dan kedinginan. Bukan karena Taji nampak seperti gelandangan.

Istri Romi mengelus punggung suaminya perlahan. Sesak itu sampai pula di hatinya. Ia seperti tengah berhadapan dengan pria yang berbeda dari sebelumnya.

Tiba-tiba Romili membisikkan sesuatu di telinganya, wanita itu mengangguk seraya melepaskan senyum setuju.

 

*

Tepat di malam tahun baru angkringan Romi lebih ramai dari malam-malam biasanya. Kebetulan ada promo seru yang sedang berlangsung di sana. Bayar makan minimal 50ribu akan mendapatkan kalender gratis dari si pemiliknya. Romi memborong kalender 2023 yang dijual Taji.

Hampir 100 bundel kalender sudah dibawa pulang oleh para pembeli yang mendapatkan promonya. Romi berniat ingin memberi promo lain untuk para pelanggannnya di tahun depan dan tetap melibatkan Taji. Namun malam itu, saat Romili dan istrinya sedang membereskan peralatan jualannya, Taji muncul di depan rukonya.

 

“Om Romi, Taji mau pamit,”

 

“Loh, mau ke mana?” Romi bangkit dari posisi jongkoknya dan membasuh tangannya yang penuh sabun.

 

“Besok Taji mau pulang ke kampung ibu, Taji punya adik perempuan di sana, selama ini dijaga sama bulik. Taji juga diminta melanjutkan sekolah di kampung saja. Ini Taji punya 1 kalender lagi buat Om Romi.”

 

Tangan kecil Taji menyerahkan 1 bundel kalender, Romili menerimanya dengan mata berkaca-kaca. Kemudian membiarkan anak laki-laki tangguh itu hilang dari pandangannya

 

Sampai di rumah, Romi membuka kalender yang diberikan Taji. Berbeda dengan kalender yang diberikan pada para pelanggannya. Kalender ini ada karikatur Romi dan istrinya disertai ucapan terima kasih. Bersama suara petasan di malam tahun baru ini, tangis Romi kembali jatuh lagi.




Rabu, 28 Desember 2022

Liburan Hemat di Tengah Cuaca Ekstrem Penghujung Desember


Semalam, Whatsapp Group kantor saya ramai membahas info yang beredar tentang akan datangnya hujan ekstrem dan badai di beberapa wilayah Bogor, Depok, Tangerang, dan Bekasi.

Hal itu tentu cukup membuat ketar-ketir, karena banyak di antara kami yang tinggal di area tersebut. Termasuk saya yang berdomisili di Bekasi. Beberapa rekan memutuskan WFH hari ini, walaupun apa yang diberitakan statusnya masih “prediksi”. Atasan saya memahami kekhawatiran kami sehingga memberi kebijakan untuk mereka yang mau WFH dipersilakan.

Sebelum munculnya prediksi-prediksi ini, saya pribadi sudah merasakan cuaca yang tidak karuan di seputaran Bekasi. Seminggu belakangan awan mendung sejak pagi sudah menjadi pemandangan sehari-hari. Air di Bekasi yang biasanya bersuhu normal, beberapa hari belakangan jadi lebih dingin. Hujan lebat sering datang tiba-tiba kemudian stop kurang lebih 10-15 menit kemudian kembali hujan lagi dengan debit yang sama. Kebetulan blok rumah saya khususnya, tanpa hujan yang terus-menerus pun kerap banjir, karena ada bagian tanah yang sedikit cekung sehingga jalan masuk ke luar blok itu sering tergenang. Yang saya khawatirkan jika terjadi banjir besar seperti tahun 2018 lalu, tinggi air bisa mencapai dada orang dewasa. Banyak rumah-rumah kosong di perumahan ini yang dibiarkan begitu saja oleh para pemiliknya.

 

Sudah sejak awal Desember para pemilik bisnis tempat wisata sudah membuat penawaran promo besar-besaran. Baik wisata indoor maupun outdoor. Hal itu jelas menarik banyak peminat. Apalagi saat ini review untuk tempat-tempat wisata mudah sekali ditemukan di media sosial baik dalam bentuk tulisan maupun video. Mengingat kita baru saja lepas dari pembatasan akibat pandemi Covid-19  kemarin, sehingga banyak orang yang sudah tidak sabar untuk menikmati liburan akhir tahun seperti biasa. Kompas.ID sudah memberitakan mbahwa tingkat okupansi hotel sudah capai 90%.

 

Namun sayangnya, kondisi cuaca yang tidak menentu ditambah dengan informasi yang beredar tentang prediksi badai apalagi menjelang libur Natal dan Tahun Baru, pastinya membuat banyak orang yang sudah merencanakan liburan bersama keluarga merasa kecewa. Apalagi jika sudah booking tempat karena takut fully booked. Menarik dana booking fee jelas tidak mungkin, rata-rata uang tidak akan bisa kembali, jika pun bisa dikembalikan tidak akan full 100%.

 

Namun, saya termasuk orang yang selalu memutuskan rencana liburan di H-2 atau bahkan H-1. Memang terkesan akan sangat repot menyiapkan segala hal dalam waktu yang singkat. Tapi karena ini sudah berlangsung bertahun-tahun sehingga saya mulai terbiasa dengan pola semacam itu.

Alasan yang mendasari biasanya karena saya takut jika sudah merencanakan jauh-jauh bahkan sampai booking tempat dll, ternyata ada hal-hal mendadak muncul di tanggal yang bersamaan yang tidak bisa diganti ke hari lain.

Termasuk tahun ini, saya justru tidak berencana liburan ke luar rumah. Untungnya kedua anak saya tidak complain dengan keputusan ibunya yang super hemat ini, hehehe. Walaupun demikian bukan berarti saya tidak menyiapkan apa – apa untuk menghabiskan masa liburan anak – anak, terutama untuk anak saya yang baru masuk SD.

Saya sudah merencanakan akan camping di depan rumah. Hal ini sudah pernah saya lakukan di tahun lalu saat weekend dan bertepatan dengan suami pulang setelah dinas luar kota selama beberapa bulan. Ternyata anak saya ketagihan dan mau mengulanginya lagi. Saya hanya modal membeli tenda, beberapa bungkus snack dan minuman ringan, juga bahan-bahan untuk membuat shabu dan grill ala-ala.

Berikut ini adalah foto-foto kami di tahun lalu.

 

Bahan-bahan untuk shabu & grill

Si bontot dan papanya


Memanfaatkan kompor biasa

Lampu Led murah meriah supaya lebih meriah :D

Saya kasih bocoran biaya liburan hemat ini, ya.

  • Harga Tenda Dome                         : 198.000
  • Lampu LED                                    : 49.000
  • Snacks dan Minuman ringan           : 60.000
  • Shabu and grill + sayuran              : 150.000 – 180.000

 

Untuk peralatan masaknya pakai yang ada saja. Itu kompor 2 tungku kami pindah dari dapur ke teras. Wajan anti lengket kami jadikan tempat untuk grill.


Liburan nggak harus mahal, di rumah pun bisa asalkan semua pihak sepakat dan mau kerja sama. Mulanya saya agak khawatir dengan ide ini, mengingat teman-temannya yang memiliki orang tua yang tidak tanggung-tanggung untuk urusan liburan. Banyak hal yang saya bayangkan sebelumnya, mungkin nanti dia iri, kecil hati, dsb. Namun karena kami sebagai orang tua membuat momen camping di depan rumah itu berkesan sehingga anak kami pun menikmatinya. Minimal saat nanti waktunya masuk sekolah ada hal yang bisa dia ceritakan ke teman-temannya.

 

 

Salam sayang,



Tulisan ini saya Post juga di :

https://www.kompasiana.com/tobyalaric/63ac264a0788a3742100f6c2/cuaca-ekstrem-tak-menentu-liburan-hemat-di-rumah-pun-nggak-masalah


Senin, 26 Desember 2022

Dinas Luar Kota adalah Liburan Cara Aku


 

Menjadi seorang ibu bekerja, membuat saya memiliki waktu yang pas-pasan untuk dibagi, antara: pekerjaan, keluarga, dan me time tentunya. Ditambah lagi dengan biaya hidup yang besar yang membuat saya harus pintar-pintar berhemat. Mengalokasikan dana tabungan guna kebutuhan liburan rasanya harus berpikir puluhan bahkan ratusan kali untuk melakukannya. Hemat atau pelit? Hahaha....

Namun, sepertinya takdir saya bisa diajak kompromi. Kebetulan saya bekerja di industri telekomunikasi. Hal itu memungkinkan saya mendapatkan tugas keluar kota. Bekerja sambil liburan, gratis dan senang, donk! Tempat-tempat yang pernah saya kunjungi di tengah-tengah dinas luar kota di antaranya Kawasan Wisata Batu, Malang. 


Saya dan teman-teman admin Jawa Timur

Pernah juga ke Keraton Kasepuhan Cirebon :D



Di antara beberapa pengalaman serupa, ada satu wilayah dinas yang paling berkesan untuk saya. Pada tahun 2013 di salah satu propinsi di ujung Indonesia. Sulawesi Utara. Saya anggap diutus untuk bertugas di sana adalah sebuah privilege, di saat rekan-rekan saya saling bersaing untuk mendapatkan “golden ticket” itu, eh, kok, justru saya yang dipilih. Jumawa sedikit boleh, ya? Hehhee…

Mulanya saya tidak punya niat untuk menyempatkan diri liburan di tengah rutinitas saya di sana, karena definisi liburan buat saya pribadi adalah mengambil waktu lebih dari satu hari untuk melepaskan diri dari penatnya rutinitas harian. Saya yakin tidak akan punya waktu banyak untuk berlibur. Kebetulan posisi saya di perusahaan ini adalah site acquisition di mana saya harus mengakuisisi lahan yang nantinya akan dibangun tower. Pekerjaan saya otomatis akan berurusan dengan masyarakat lingkungan sekitar lahan yang diakuisisi. Belum lagi sosialisasi yang harus saya lakukan di hadapan dewan pemerintahan setempat sampai dengan walikota. Jelas itu akan sangat menghabiskan waktu.

Kenapa sih banyak orang ingin ke Sulawesi Utara? Jawabannya mayoritas akan sama, siapa sih yang nggak mau ke Taman Wisata Bunaken? Atau mendatangi pulau-pulau kecil nan indah yang berair biru jernih? Juga danau-danau yang tenang yang bisa kita susuri dengan perahu sepeda. Ada pula wisata religius seperti Bukit Kasih, dimana ada 5 rumah ibadah dibangun berisisian.

Tak hanya itu, Manado juga dikenal dengan wisata kuliner ikan laut segar, seafood, dan sambal mereka yang terkenal pedas luar biasa juga salah satu godaan iman yang tak bisa dilewatkan begitu saja. Tempat nongkrong di sepanjang jalan boulevard pun bisa jadi pilihan asik untuk mereka yang ingin melepas lelah setelah seharian bekerja. 


Saat mendaki Bukit Kasih,
lumayan banyak anak tangga sehingga kaki saya gemetar, Bestie!



Di Danau Linow
dengan rekan kerja saya, Kang Den.


Namun, ternyata saya merasa ada yang kurang. Setelah diingat-ingat saya sempat melupakan hobi saya. Hobi sejak kecil yang sebenarnya ingin terus saya lakukan sampai turun temurun pada anak dan cucu saya kelak. Saya sangat hobi datang ke tempat itu, tempat yang tidak ramai dikunjungi dan bukan impian banyak orang. Saya justru ingin menyambangi area yang terkesan kaku dan kecil kemungkinan untuk dipilih menjadi destinasi wisata. Area yang sepinya menyerupai kuburan. Area yang terbilang tidak terlalu modern, malah terkesan kuno untuk anak-anak jaman now.

 

Museum, tempat yang kadang terlupakan. Tempat yang “hanya” menjadi pilihan (biasanya) oleh sekolah-sekolah dasar yang jadwal kunjungannya masuk dalam kurikulum mereka. Selebihnya? Hanya orang-orang yang punya minat khusus yang akan menyambanginya. Miris? Jelas. Saya menyampaikan ini karena saya punya bukti konkret betapa museum terutama di Manado tahun ini lebih layak dijadikan tujuan uji nyali dari pada wisata.

 

Museum Negeri Sulawesi Utara. Letaknya di jalan WR.Supratman No.72, tepat di depan SMPN 1 Manado. Sejujurnya akses ke sana bisa dibilang cukup mudah, tersedia bermacam jenis angkutan umum yang melintas di depannya. Namun sayangnya kondisi itu berbeda dengan di bagian dalam museum. Terkesan sepi sampai saya sempat merasa takut sendiri berada di dalam sana. Tapi, rugi donk sudah jauh-jauh sampai ke sini kalau tidak jadi tour museum cuma perkara takut penampakan? Hehehe. Apalagi tidak ada tarif khusus sebagai tiket masuk, petugas penjaga pintu masuk bilang, “Bayar saja seikhlasnya untuk biaya perawatan museum.”

 

Untuk mewakili cerita saya, berikut tampilan foto-foto yang saya ambil di sana. 




Pemandangan di Luar Museum


Pemandangan di Luar Museum


Pemandangan di Luar Museum



Koleksi Museum

Koleksi Museum

Koleksi Museum



Koleksi Museum



Koleksi Museum

Itu ada saya di kaca :D



Sejak kecil saya memang suka ke museum, selain saat acara karya wisata sekolah, juga kadang di momen liburan sekolah, kedua orang tua saya kerap mengajak saya berkunjung ke beberapa museum di Jakarta.

Sebenarnya saya heran, kenapa nggak banyak orang yang suka mendatangi museum? Apa karena dianggap kuno? Jelas kuno laahhh, karena barang-barang yang disimpan di dalamnya adalah barang-barang peninggalan berumur puluhan bahkan ratusan tahun. Pemerintah berusaha memfasilitasi dengan merawat, memberikan tempat, dan membuat promosi agar banyak masyarakat mau datang untuk melihat benda-benda mati yang menjadi saksi sejarah. Pihak pengelola museum pun tidak memasang tarif mahal untuk para pengunjung. Bahkan disediakan pula tour guide yang akan memberikan penjelasan detil tentang sejarah dari tiap-tiap benda yang ada di dalamnya. Ada yang free, ada pula yang berbayar, tapi tarifnya pun tidak lebay, kok.

Lalu, apa sebenarnya harapan pemerintah melakukan hal tersebut?

Dari kacamata saya yang diinginkan pemerintah di antaranya : Pemerintah ingin bangsa ini mengenal sejarahnya. Rakyat Indonesia tidak menyepelekan perjuangan pahlawan sehingga melanjutkan kemerdekaan ini dengan hal-hal positif. Membantu pemerintah mempromosikan Indonesia dengan mueum-museum yang sudah dibangun sedemikian rupa. Lewat jalur yang paling memungkinkan, salah satunya Media Sosial.

 

Sepertinya tidak terlalu menyulitkan, bukan?

 

Dan di usia saya ke 36 tahun ini saya berharap banget bisa keliling Indonesia khusus untuk berkunjung ke museum-museum yang tidak banyak dikenal orang.

Saya ingin membawa dua anak saya untuk menjelajahi museum-museum di Indonesia dulu, baru kemudian berpetualang ke mancanegara.

Mengutip kalimat dari presiden pertama Republik Indonesia, IR.Soekarno bahwa Bangsa yang besar adalah bangsa yang mengenal sejarah, hal tersebut ingin sekali saya sosialisasikan pada keturunan-keturunan saya kelak. Kenali bangsamu dulu baru kamu bisa membanggakannya di hadapan bangsa lain.

 

Kenapa suka dengan museum sejarah?

Tiap kali berada di dalam museum sejarah saya merasa larut dalam memori dari tiap barang-barang peninggalan yang tersimpan di sana. Seketika pikiran saya melompat ke masa itu, masa di mana barang-barang itu masih dipakai selayaknya. Museum sejarah itu adalah asset bangsa yang istimewa. Tidak ternilai dan tak bisa diulang lagi memorinya. Contoh : Saat saya melihat mesin jahit Ibu Walanda Maramis yang masih terawat, saya mencoba membayangkan beliau duduk di sana sambil menjahit kebaya-kebayanya sendiri. 

Mesin Jahit Ibu Walanda Maramis

Patung Ibu Walanda Maramis


 Kenapa memilih museum yang tidak banyak dikunjungi banyak orang?

Karena saya justru ingin memperkenalkan museum-museum tersebut pada khalayak banyak. Saya akan memanfaatkan media sosial sebagai sarana promosi. Mengingat saya aktif menulis di media sosial dan saya memiliki followers yang lumayan di sana.  Barangkali bisa jadi Duta Museum Indonesia, kan? Huehehhe…. (aamiin … aamiin ….)


Museum yang ingin didatangi selanjutnya, apa aja, Jeng?

·        Museum Ranggawarsita (Semarang)

·        Museum Kereta Api Ambarawa (Semarang)

·        Batak Museum (Samosir - Sumatera Utara)

·        Rumah Tjong A Fie (Kota Medan)

·        Rumah kelahiran Bung Hatta (Bukittinggi – Sumatera Barat)

·        Museum Perjuangan "Tridaya Eka Dharma" (Bukittinggi – Sumatera Barat)

·        Museum La Galigo (Kota Makassar)

·        Museum Kota Makassar (Kota Makassar)

·        Museum Siwalima Maluku (Teluk Ambon – Maluku)



 Ini nih wishlist saya ..... 💖💖💖💖💖



Rasanya pingin banget keliling Indonesia buat datangi museum-museum itu. Saya mau museum lebih dekat dengan masyarakat Indonesia. Jangan cuma anak-anak aja yang dijejali soal sejarah museum, para orang tua juga harusnya lebih paham supaya bisa kasih penjelasan ke anak-anaknya tentang sejarah apa aja yang ada di museum itu. Mungkin niat saya terkesan muluk-muluk, nggak apa-apa, namanya juga usaha, yagesyaa…

 

Sebenarnya saya pernah coba registrasi ke beberapa komunitas pecinta museum, tapi  jadwal mereka tour museum kadang waktunya nggak sesuai dengan jadwal libur kantor saya. Sehingga saya lebih sering nggak bisanya dari pada bisa. Makanya saya pikir kenapa saya nggak coba tour museum sendiri saja? Waktunya lebih fleksibel, saya bebas berpindah jadwal dari yang sudah saya atur. Karena saya tipikal perempuan suka-suka. Suka males, suka rajin, suka ngaret, suka kepagian, suka pinter tapi kadang kebanyakan lemotnya, hihihi.

 

Nah… pucuk di cinta, ulam pun tiba, kebetulan saya masih punya stock cuti  yang belum saya ambil di tahun ini, dan di kantor saya hak cuti tidak bisa hangus (apalagi ditukar uang ) sisa cuti yang ada masih bisa dipakai di tahun depan. Kayaknya memang takdir saya liburan di tahun depan, deh.

 

Bisa kali ya sisa cuti ini dimanfaatin buat keliling Indonesia bareng Traveloka. Secara di Traveloka banyak banget pilihan untuk mendukung itinerary yang sudah aku buat. Tiket pesawat atau kereta api, ada. Antar jemput bandara juga ada, loh. Mau rental mobil supaya kemana-mana gampang juga bisa pake Traveloka. Hotel? Duh … nama hotel dari A to Z bakalan bisa ditemuin di aplikasinya. Berhubung saya mau tour museum, mungkin saya akan cari hotel yang ada Spa-nya. Kategori itu juga ada kok di Traveloka. Tinggal pencet-pencet aja. Kalau udah di dalam hotel, dan nggak suka sama makanan yang disediakan hotelnya, saya bisa pesan makanan pakai Traveloka juga. Tiba-tiba paket data habis sementara harus tetap komunikasi sama kantor, saya bakalan satset beli pulsa pake aplikasi yahud ini. Kalau kurang duit, kayaknya nggak bakal panik, kan bisa Traveloka Paylater hihihi….

Saya jadi mikir, apa sih yang ngga ada di Traveloka? Ah, tapi udahlah, udah mau 2023 masa mau cari-cari kekurangan pihak lain melulu. Tapi jelaslah, Traveloka ini yang paling komplit, kalian nggak perlu lagi pakai banyak-banyak aplikasi untuk support itinerary liburan kalian.

 

And so, kalian kapan mau liburan? Masa wacana terus? Nggak ada temen? Kenapa nggak sendirian aja? Justru enak, kamu bisa kemana-mana ikutin kata hati kamu. Bebas leluasa, nggak perlu takut kelamaan karena masih nyatok rambut sementara temen-teman kamu udah ready jalan-jalan, nggak perlu ngadepin drama-drama temen ngambek karena makanan yang mereka pilih beda sama selera kamu. Coba nikmatin hidup kamu dengan sebaik-baiknya. Otak sama badan kamu itu capek kali dikasih ujian terus. Biarin mereka jadi apa adanya mereka. Jangan suka punya standard di atas kemampuan diri terus. Relax aja. Hidup itu harus dinikmati, kalo nggak bisa selalu ya minimal sekali-sekali.  #LifeYourWay

 

Ya udahlah, ya. Jangan cuma dibaca sambil ngangguk-ngangguk aja, Besti. Gaskeunnnnn….. Kabarin aku kalau mau jalan bareng, ya. Sama-sama kita liburan bareng Traveloka.

 

 



Jumat, 23 Desember 2022

Lukisan Mama



https://inet.detik.com/



Tepuk tangan puluhan orang terdengar riuh bersamaan dengan kepulan asap dari lilin berbentuk angka 15 yang baru saja ditiup Nura. Rekan kerja ayah dan keluarga besarnya datang sebagai tamu istimewa. Nura mendapatkan ciuman di pipi kanan dan kiri dari Sato, ayahnya, dan Fatma, ibu sambungnya.

Sejak usia 2 bulan, Fatma mengurus Nura. Wanita itu benar-benar memposisikan diri selayaknya ibu pada umumnya. Ia mengikat Nura dengan perhatian dan kasih sayang. Sampai di usia Nura ke 5 tahun, ibu kandungnya, Lena, akhirnya mengembuskan napas terakhirnya.

 

Fatma bukan nama sebenarnya. Nama asli wanita itu adalah, Anita. Fatma adalah singkatan dari Fat Mama (ibu gemuk), nama yang disematkan Nura padanya sejak wanita bertubuh besar itu --yang awalnya adalah baby sitter-nya-- beralih menjadi istri sang ayah tepat dua tahun setelah ibunya meninggal dunia.

Bukan sekadar hal biologis yang ia butuhkan, namun bermodalkan kedekatan yang tampak dari anak dan baby sitter-nya, Sato akhirnya memutuskan untuk menikahi Fatma.

 

“Kado mana yang mau dibuka duluan, Nak?” tanya Fatma saat keduanya sudah berada dalam kamar tidur Nura.

“Itu saja, Fatma,” tunjuk Nura pada sebuah bingkisan bersampul biru. Bentuknya seperti pigura.

Fatma sedikit bersusah payah mengambilnya, beberapa tahun belakangan wanita itu mulai mengeluhkan sakit pada kakinya, sehingga wanita itu menjadi sulit bergerak leluasa.

“Dari Tante Inggit, Nak,” ucap Fatma setelah berhasil mengambil bingkisan itu dan mencopot sebuah kartu ucapan yang disematkan.

Fatma membantu gadis itu membuka bingkisan dari sampulnya, sementara Nura membaca pesan dalam kartu ucapannya yang dikirimkan sahabat mendiang ibunya itu.

“Selamat ulang tahun, Nura. Makin besar, wajahmu semakin mirip mendiang mamamu. Tante kirimkan lukisan yang pernah tante buat saat mamamu masih sehat, saat ada kamu dalam kandungannya. Semoga dia sudah bahagia di Surga. Salam sayang, Tante Inggit.”

Nura cepat-cepat meletakkan kartu itu dan mengambil lukisannya dari tangan Fatma. Gadis itu menatap gambar diri mamanya yang sangat cantik. Matanya berkaca-kaca.

Fatma terdiam, ada sedikit cemburu tersirat di wajah itu.

Dalam rumah ini, Sato memang tidak memasang foto mendiang istrinya. Itu permintaan Fatma. Sato pun meminta satu hal pada Fatma, agar mereka tak memiliki anak lagi selain Nura. Kedua hal itu menjadi kesepakatan mereka sejak awal menikah.

Satu-satunya foto Lena yang dimiliki Nura adalah tahun-tahun di mana wanita itu sudah mulai sakit-sakitan. Kecantikan wanita itu memudar karena depresi yang luar biasa.

 

“Boleh aku pasang lukisan ini di sini?” pinta Nura.

Fatma tak langsung menjawab. Ia bergeming sampai akhirnya Sato masuk dan menangkap situasi yang canggung itu.

Sato meminta Nura untuk beristirahat, karena hari ini ia pasti sangat lelah karena harus menghadapi puluhan tamu undangan di pestanya. Gadis itu pun mengangguk pasrah. Ia masih tampak seperti gadis kecil yang tak punya hak bicara.

Kemudian sepasang suami istri itu meninggalkan Nura dalam kamar tidurnya.

 

“Rasanya tidak ada salahnya kita biarkan Nura memajang lukisan mamanya di kamarnya. Dia sudah besar, kau tak akan kehilangan apa-apa darinya.” Sato berusaha menenangkan istrinya

“Ya, mungkin aku terlalu takut,”

“Hanya lukisan, Sayang,”

“Baiklah,” Fatma pun mengalah.

“Lebih baik kita fokus pada pengobatan di kakimu, Sayang. Mungkin aku akan ganti dokter lain. Rumah sakit itu payah. Padahal sudah internasional, tapi mengurus sakit macam ini saja nggak becus.”

 

Fatma sangat beruntung memiliki suami seperti Sato yang sangat peduli padanya. Sekali pun ia hanya seorang mantan baby sitter yang diangkat derajatnya menjadi istri seorang pengusaha.

 

*

Sejak hari itu lukisan Lena dipasang di kamar Nura. Gadis itu jauh lebih senang berlama-lama di kamar dari pada menghabiskan waktu di luar seperti biasanya. Ia seakan menemukan sesuatu yang hilang dalam waktu lama. Perubahan sikap Nura membuat Fatma mulai khawatir. Ia benar-benar tak ingin kehilangan perhatian dari gadis itu. Namun, sebagai mantan baby sitter, ia punya cara untuk melakukan pendekatan tanpa menimbulkan kecurigaan.

Selepas makan malam, Nura langsung masuk ke kamar tidur. Fatma menyusulnya setelah merapikan meja makan.

“Hai, Nak. Sudah ngantuk?”

“Belum, sini, Fatma,” Ajak Nura saat melihat ibu sambungnya muncul dari depan pintu kamar.

Fatma berjalan pelan, dibantu tongkat penyangga kakinya yang masih belum juga sembuh.

 

“Sekarang Fatma susah mau ngobrol sama kamu, kamu di kamar terus,”

“Kapan pun Fatma mau ngobrol, aku ada kok.”

“Ya, mungkin perasaan Fatma saja, kamu mau menjauh. Maaf ya, Nak. Oh, ya, Fatma mau tanya. Kamu rindu sama Mama Lena?”

“Hmmmm … dekat sama Fatma itu seperti obat rindu ke Mama Lena,”

Fatma terdiam, setelah mendengar kalimat itu ia sedikit merasa lega karena artinya Nura tak akan menghempaskan dirinya begitu saja. Wanita itu pun memutuskan untuk membiarkan Nura menikmati waktunya dalam kamar, karena itu tak akan mengubah kasih sayang gadis kecil itu padanya.

 

“Ya sudah, Nura istirahat ya, Nak. Fatma ke kamar dulu.”

“Iya. Oh, ya, Fatma. Wajah mama Lena di lukisan ini mirip sama perempuan yang berpegangan di kaki Fatma. Mungkin terlalu berat, makanya Fatma jadi sulit berjalan. Tapi jangan disuruh pergi, ya. Biar Nura selalu dekat sama Mama.”



selesai


Jumat, 16 Desember 2022

Film : The Chalk Line (2022)




Sinopsis The Chalk Line menceritakan tentang sebuah keluarga yang memutuskan untuk mengadopsi seorang anak. The Chalk Line merupakan film terbaru asal Spanyol. Sinopsis film yang menarik, membuatnya layak masuk ke dalam daftar tontonan kita selanjutnya.

Dikisahkan, terdapat sebuah keluarga yang terdiri dari sepasang suami istri. Sang istri bernama Paula, merupakan karakter utama dalam film ini.

Suatu ketika, Paula dan sang suami menemukan seorang anak. Anak itu terlantar dan tidak jelas asal usulnya.

Mirisnya lagi, sang anak memiliki trauma yang tak biasa. Anak tersebut memiliki perilaku yang aneh.

Meskipun begitu, Paula tetap ingin mengadopsinya dan harus memahami perilaku aneh anak tersebut. Akan tetapi, sebagai ibu angkat, Paula tidak tinggal diam dan membiarkan gadis kecilnya berlarut-larut dalam penderitaan masa lalunya.

Paula pun berusaha untuk mengidentifikasi dan mengungkap masa lalu anak itu. Sehingga, Paula bisa menemukan kebenaran yang terjadi.

Sinopsis The Chalk Line, Mengungkap Misteri Seorang Anak

The Chalk Line merupakan film dengan menyuguhkan jalan cerita bergenre misteri, horor, psikologi, dan thriller.

Selain terkenal dengan judul The Chalk Line, film ini juga memiliki judul lainnya. Seperti Jaula, Cage, hingga La casa de tiza. Film ini merupakan arahan sutradara Ignacio Tatay.

Selain berperan sebagai sutradara, Ignacio Tatay juga berkontribusi dalam film ini sebagai penulis. Ia kemudian bekerja sama dengan penulis lainnya, yakni Isabel Pena.

Sementara itu, tim produser film ini antara lain Ignacio Salazar Simpson, Ricardo Marco Bude, Carolina Bang, dan juga Alex de la Iglesia.

Film ini merupakan produksi dari rumah produksi Pokeepsie Films. Awalnya, film ini tayang pada 9 September 2022.

Namun, kita bisa menyaksikannya kembali di Netflix mulai 24 Oktober 2022 mendatang.

Clara, si Gadis Aneh

Sinopsis The Chalk Line akan menceritakan tentang Clara, seorang gadis dengan kepribadian aneh. Sebelum itu, Paula dan suaminya merupakan keluarga yang tinggal di area perumahan vila kelas atas.

Suatu malam, Paula dan suaminya menemukan seorang gadis bernama Clara. Namun, Clara tidaklah seperti gadis seusianya.

Ia menunjukkan perilaku yang aneh dan tak masuk akal. Meskipun begitu, Paula dan suaminya berjanji untuk mengasuh Clara sementara waktu.

Clara Terobsesi dengan Monster

Sinopsis The Chalk Line selanjutnya, menceritakan tentang kehidupan Paula dan suaminya yang mulai berubah setelah kehadiran Clara dalam hidup mereka.

Mereka menemukan Clara setelah melihatnya bermain di jalanan saat malam hari. Clara memiliki kebiasaan melukis kotak di lantai menggunakan kapur.

Clara percaya, jika dirinya keluar dari kotak tersebut, ia akan diserang oleh monster. Selain itu, Clara juga menjadi ketakutan dan merasa nyawanya dalam bahaya.

Paula dan suaminya tidak pernah menyangka jika mereka akan melalui jalan gelap saat mencari asal-usul gadis tersebut. Seiring waktu, Paula dan sang suami mengalami kejadian-kejadian misterius.

Siapa sangka, anak yang Paula harapkan dapat mewarnai kehidupannya, justru menjadi malapetaka.

Deretan Para Pemainnya

Sinopsis The Chalk Line yang unik dan penuh dengan misteri ini, tak lepas dari peran serta segenap pemainnya. Film ini dibintangi oleh sederet aktris dan aktor kenamaan Spanyol.

Salah satunya adalah Elena Anaya. Ia merupakan aktris yang memerankan karakter utama, yakni Paula.

Sebelum The Chalk Line, Elena Anaya telah menorehkan bakat aktingnya dalam sejumlah judul film. Seperti Professionals, Rifkin’s Festival, Wonder Woman, The Summit, Swung, La memoria del agua, dan masih banyak judul film lainnya.

Selain Elena Anaya, masih ada deretan para pemain lainnya. Sebut saja mereka, Pablo Molinero sebagai Simon, Eva Tennear sebagai Clara, Carlos Santos, Eva Llorach, Esther Acebo, Eloy Azorin, hingga Mona Martinez.

Pembuatan film ini melalui proses yang cukup panjang. Awalnya, produksi film ini terhenti sementara karena Pandemi Covid-19. Kemudian, syuting berlangsung kembali pada Juli 2020.

Selain itu, dalam sinopsis The Chalk Line kita akan melihat berbagai latar tempat. Seperti San Lorenzo de El Escorial, Boadilla del Monte, hingga Madrid. Untuk melihat kelanjutan cerita film ini, jangan lupa saksikan sinopsis The Chalk Line di aplikasi nonton film kesayangan kita. (R10/HR-Online)



sumber : https://www.harapanrakyat.com/2022/10/sinopsis-the-chalk-line/


sila tonton di sini