Friendship Goals
Ini tulisan pertama gue di 2019, setelah sekian lama menjadikan niat “Mengisi Blog” hanya sekedar
wacana, kali ini gue benar-benar berharap bisa konsisten dengan niat gue sendiri.
Bismillah.
Untuk pertama kalinya,
gue mau cerita tentang persahabatan. Indah banget ye kan ide tulisan gue? Kwkwkwkkw.
Waktu kecil gue punya
sahabat dua orang. Mereka perempuan. Kebetulan persahabatan kami bermula karena
kami bertetangga. Sampai akhirnya salah satu dari sahabat gue itu pindah rumah.
Sebut aja Namanya Dian. Eh, emang bener sih Namanya Dian. Wkwkkwk
Biarpun nggak
jauh-jauh banget, cuma pada akhirnya dia punya teman di lingkungan baru. Dari situ
hubungan gue sama temen gue itu nggak lagi seakrab dulu. Tapi gue masih dekat
sama yang satunya. Namanya si Ani. Kita kemana-mana tetap sama-sama, sampai
akhirnya beranjak SMP, kami sama-sama sibuk dengan urusan sekolah. Ditambah lagi
gue udah jadi anak band di masa itu. Ceilehhh…
Beranjak SMA kesibukan
gue makin jadi. Sekolah,band, dan … ya, benar. Pacaran. Gue punya pacar dan kami
selalu sama-sama dalam berbagai aktivitas, kecuali sekolah, ya. Karena memang
beda sekolah. Hubungan gue sama Ani makin jauh. Entah dimana dia bergaul, yang
pasti kita udah makin jarang ketemu. Dan mereka adalah sahabat perempuan
terakhir gue, karena setelahnya gue nggak nemu lagi temen-temen cewek seasik mereka.
Gue pun memutuskan untuk menjadikan teman-teman band gue (yang isinya cowok semua itu) sebagai sahabat.
Dalam hal apapun pasti
ada sisi positif dan negatifnya, kan? Sama halnya dengan keputusan gue untuk
bersahabat sama temen-temen yang cowok. Apalagi akrabnya kami mirip orang pacaran.
Dan yang biasaya reaktif adalah para tetangga rumah gue yang selalu pasang muka
angker tiap gue dianter pulang sama salah satu sahabat gue.
Gini, ya. Dalam satu
band kan personilnya ada 4-5 orang. Gue vokalis, jadi ada 4 orang lain di dalam
band itu, donk?
Jadi emang dasar gue
juga suka iseng, tiap pulang latihan, yang biasanya seminggu 2-3x gue selalu
minta mereka anter gue pulang bergantian. Semacam ada shift-nya gitulah. Padahal
ngga ada maksud apa-apa juga. Cuma gue kan ya namanya numpang dianter, jadi supaya
mereka semua merasakan penderitaan yang sama satu dengan yang lain. Sayangnya tetangga
gue itu tanpa nanya, tanpa konfirmasi apapun memberi label kalo gue itu cewek
yang nggak bener.
Sebenernya gue nggak apa-apa,
lho. Mereka mau sebut apapun sih ya terserah. Cuma gue jadi kasihan sama bokap
gue yang ikut-ikutan kena dampaknya. Beliau kan haji, jadi dianggap haji
gagal karena nggak bisa didik anak perempuannya dengan baik. “I'm so sorry, Pah,” :'(
Tapi bokap gue
ternyata nggak terlalu mikirin mulut tetangga. Dia tahu kok kalo gue tetap bisa
jaga nama baik keluarga. Jadi kami tenang, justru para tetangga yang bimbang. Hahahhaa
Ok, balik ke soal
persahabatan lagi. Banyak hal yang bikin gue lebih suka bersahabat dengan
cowok. Karena mereka fair. Nggak akan ada adegan baper-baperan karena naksir orang yang sama, kecuali salah satu dari sahabat gue itu homo. Nggak ada bersaing beli baju atau kosmetik mahal, kecuali mereka banci. Ya, gak? Mereka benar-benar negur gue kalo jalan gue udah
melenceng jauh. Mereka bisa marahin cowok gue kalau mulangin gue lebih dari jam
12 malam. Rasa-rasanya gue jadi punya kakak setelah gue memutuskan bersahabat
sama mereka. Untungnya juga cowok gue saat itu ngerti dan nerima semua saran
mereka.
Berlanjut ke masa-masa
kuliah. Gue kuliah di Yogyakarta. Bukan, bukan UGM. Otak gue bisa muter-muter
kayak spiral kalo dipaksa masuk ke kampus keren itu. Gue kuliah di Mercubuana
(sebelumnya Wangsa Manggala). Selama di Jogja gue dapat lebih banyak lagi
teman-teman cowok yang akhirnya mereka pun jadi sahabat gue. Karena sampai
sekarang hubungan kami tetap akrab biarpun gue udah balik ke Jakarta dan
menikah.
Mungkin karena gue
nggak punya kakak, ya. Jadi gue itu kayak ngerasa kosong. Gue pengen punya
tempat nangis, tempat ngadu, minta dibelain kalo ketemu orang yang jahatin gue,
atau minta duit. *lah
Dan bersyukurnya gue,
Tuhan kasih itu semua lewat para sahabat-sahabat gue yang berkelamin laki-laki.
Gue kayak ngerasa hidup gue selalu aman karena adanya mereka. Walaupun gue
punya pacar, tapi rasanya ada hal yang membatasi diri gue untuk cerita banyak
ke dia. Kayak nggak leluasa gitulah. Masa gue kudu nyeritain ke dia kalo ada
beberapa cowok yang naksir gue? Gak mungkin, kan? Atau masa gue ceritain ke dia
kalo kemarin gue habis nonton berdua sama cowok yang baru gue kenal 2 hari di
belakang dia? Yang ada gue dimaki-maki. Yang lebih gak mungkin lagi, masa gue
kudu bilang ke dia kalo tempo hari gue gak mau kissing sama dia karena mulut dia
bau rendeman kaos kaki?
Jelas, itu
sangat-sangat tidak mungkin kan, Gaessss?
Nah, tapi semuanya
berubah sejak gue menikah.
Bukan, gue bukan nikah
sama yang mulutnya bau rendeman kaos kaki. Gue nikah sama cowok kalem yang
wanginya kayak bayi. Iya, bayi yang mandinya pake air rendeman kaos kaki. Wkwkkwkww
Nggak, ding. Beneran,
suami gue ini wangi. Bersih sekali. Putih kulitnya nurun ke anak gue. Alhamdu……lillah.
Setelah gue nikah sama
belio, gue jadi sangat jaga jarak sama para sahabat cowok. Pastinya lah ya..
Biar gimanapun ada kode
etik yang harus gue jaga baik-baik. Sebenarnya suami gue bukan tipikal suami
yang banyak larangan. Dia bebasin gue bergaul, kok. Silakan aja. Tapi kebaikannya
itu bukan tanpa alasan. Gue selalu cerita ke dia nama-nama temen gue. Gue ceritain
gimana watak mereka satu per satu. Suami gue sangat menghargai cara gue memperkenalkan
sahabat-sahabat gue. Makanya dia nggak pernah melarang berlebihan. Tapi ada yang
nggak gue ceritain sih, salah satu dari sahabat gue itu pernah pacaran sama gue
sebelumnya. Wkkwkwkkw
Karena kebaikan hati
suami gue itulah makanya gue jadi lebih tahu diri. Gue sangat membatasi diri
untuk nggak lagi terlalu akrab sama temen-temen cowok. Syukurnya, para sahabat
gue bisa menerima keputusan gue itu. So sweet ya mereka :D
Tapi bukan berarti
sekarang gue jadi nggak punya sahabat. Punya, donk!
Gue punya 3 perempuan spesial
yang gue kenal walaupun cuma sebatas media sosial. Banyak hal yang gue bagi
sama mereka. Juga mereka bagi sama gue. 3 perempuan itu lebih tua dari gue, lebih
banyak pengalaman, dan mereka sangat ngemong gue banget. Setiap hari kami
komunikasi di WAG. Segala macam hal kami bahas, sampai hal yang nggak pernah
gue bahas sama sahabat-sahabat yang cowok.
Pikiran gue selama ini tentang
ribetnya bersahabat sama cewek hilang setelah gue kenal sama 3 diva ini. Dulu gue
sangat antipati akrab sama perempuan. Gue berusaha jaga jarak, jangan sampai
ada adegan curhat-curhatan yang berkepanjangan. Tapi setelah gue kenal sama 3
perempuan dewasa ini, gue jadi malu hati. Ternyata selama ini gue terlalu
underestimated sama kaum gue sendiri. Ternyata kalau gue bisa ketemu yang satu
visi dan misi rasanya jauh lebih nyaman ketimbang gue bergaul sama sahabat
cowok. Kalau gue punya masalah serius, perempuan-perempuan ini bantu cari jalan
keluar dari sudut pandang mereka. Nggak jarang mereka bilang gue egois. Nggak
jarang juga mereka komentarin make up gue yang nggak pada tempatnya. Gue bisa bahas soal bagian intim kewanitaan, soal kehamilan, soal arisan, santet, pelet, segala macam bisa ke mereka. Kalau gue
terlalu lama haha hihi di WAG mereka juga ngomel, berusaha ngingetin kalau gue
itu punya anak yang harus diurus, kwkwkkwkw. Biar bagaimanapun, curhat ke sahabat cowok tetap ada batasannya. karena beberapa hal jelas kita berbeda. Btw, gue berharap dalam waktu dekat bisa kopi darat sama para mbakyu gue itu. Aamiin.
Jadi, yahhh,, pelajaran
yang bisa gue ambil dari pengalaman gue selama ini. Gue nggak mau lagi melihat
sebelah mata sama hal yang belum pernah gue coba. Karena gue nggak akan pernah
tahu bahwa dalam hal-hal yang selama ini gue hindari ternyata ada nilai positif
yang bisa gue peroleh. Terkadang kita tidak bisa menebak siapa yang akan jadi sahabat kita, bahkan orang yang kita pilih sekalipun belum tentu bisa dan cocok dianggap sebagai sahabat. Mereka datang di saat tidak disangka, bisa pula pergi di waktu yang tidak terduga.
Untuk kalian, mau
bersahabat sama cewek atau cowok, silakan saja. Masing-masing punya nilai
sendiri. Asal pintar-pintar membawa diri, insya Allah yang kamu dapat adalah
kebaikan.
Salam sayang,
Ajeng Leodita