Sebuah blog yang berisikan tentang perjalanan wisata sejarah dan perjalanan kehidupan

Minggu, 22 Oktober 2023

Setelah Sakit, Baru Paham Siapa Support System yang Sebenarnya


 

id.quora.com


Lagi hits sekarang orang membahas tentang support system. Alias sistem pendukung. Ada pasangan yang sampai pisah cuma karena dianggap salah satunya nggak bisa jadi support system. Ada pertemanan yang bubar perkara tidak bisa jadi support system. Sebenarnya apa sih support system itu? Menurut Gramedia.com, support system adalah sebutan bagi orang-orang yang bisa membantu serta selalu berada disampingmu dalam keadaan apapun terutama dalam keadaan susah.

Lalu siapa support system dalam aktivitas blogging saya selama ini?

 

ORANG TUA





Dulu, orang tua saya tidak tahu saya ini hobi menulis. Mungkin juga pola saya yang salah, karena jaman baru kenal dunia blogging saya menukar jam tidur dengan jam aktivitas. Melek di jam 6 sore sampai pagi, tidur di jam 10 pagi hingga sore, begitu seterusnya.  Tentu saja hal itu berpengaruh pada banyak hal. Terutama kesehatan. Akhirnya di 2012 saya ambruk. Masuk RS hingga 2 kali dalam sebulan. Pernah jalani rawat inap selama seminggu di Rumah Sakit Paru Dr. M. Goenawan Partowidigdo Cisarua Bogor karena ruang isolasi di RS langganana Jakarta penuh. Tiap hari melihat pasien yang "berpulang" melintas di depan kamar saya. Drop,ga? Jelas. Makin parah.

Pernah mengalami beberapa kali tak sadar diri. Bahkan dokter sampai bilang saya susah sembuh. Hal ini terjadi karena saya bedagang sambil merokok, aduh. Infeksi paru membuat saya drop berkepanjangan, bukan cuma itu, ada pula infeksi ginjal yang membuat tubuh saya menguning. Mama dan papa saya sampai sedih banget melihat kondisi saya. Namun, mama dan papa saya, dua orang yang nggak pernah meninggalkan saya. Mereka rela bolak balik Jakarta-Bogor demi bergantian menjaga saya. Padahal saat itu masih ada adik perempuan saya yang masih sekolah.

Akhirnya, yang disalahkan bukan cuma saya, tapi sampai ke aktivitas saya yang lain, yakni menulis itu sendiri. Mama saya bilang menulis itu hanya menambah penyakit, banyak berkhayal. Jadi nggak rasional.

Sedih banget rasanya, tapi mau gimana lagi? Toh, saya juga yang salah.

Namun perlahan tapi pasti saya tunjukkan ke orang tua bahwa dari menulis ini saya justru merasa bahagia, kalaupun sampai sakit itu bukan karena aktivitas menulisnya, melainkan pola hidup saya yang salah.

Tapi saya pun maklum mengapa kedua orang tua saya berpikir demikian, keduanya memang tidak terbiasa dengan dunia literasi. Dari keluarga besarnya pun tidak. Saya bisa dibilang sebagai pioneer dalam keluarga besar yang mulai membudayakan dengan tulis menulis. Bahkan seketurunan kakek dan nenek dari pihak mama maupun papa cuma saya yang nulis.

Ingat pertama kali mama bisa menghargai hobi saya ini, waktu tulisan saya masuk di halaman Freez, lembar yang disediakan untuk blogger-blogger di Kompasiana yang tulisannya layak cetak. Di situ mama mulai percaya bahwa saya tidak setengah-setengah dengan hobi ini.

Kompasianival 2012




Saya bangga ketika mama cerita ke teman-temannya bahwa anaknya adalah seorang blogger. Lebih bangga ketimbang mama cerita kalau anaknya seorang karyawan swasta walaupun sudah memiliki puluhan anak buah. Saya merasa pintar aja gitu disebut blogger. Ya, walaupun tetap di bawah rata-rata, 😞😞

 

Kemudian saya pun mulai ikut membuat antologi bersama teman-teman komunitas fiksi. Terhitung sudah hampir 9 antologi yang saya buat bersama komunitas. Beberapa di antaranya karena saya menang event. Makin saja dukungan moriil itu muncul dari kedua orang tua.

 

Satu momen yang nggak akan saya lupa, waktu ada acara ulang tahun Kompasiana yang biasa disebut Kompasianival di tahun 2012, dengan masih dalam kondisi belum benar-benar sehat, Mama mengantar saya ke acara itu. Beliau memapah saya mulai dari turun mobil sampai dengan ke lokasi acaranya yang saat itu diadakan di sebuah Mall di Jakarta Selatan.

Beliau menemani sampai acara selesai, saya melihat wajahnya yang lelah tapi tetap semangat demi anak sulungnya yang penyakitan ini. Oh, ya, sebenarnya sakit itu seperti teman baik buat saya. Mengingat sejak SD saya memang hobi banget keluar masuk rumah sakit.

Beberapa teman Kompasiana yang melihat mama menemani saya sampai salut, begitu besar perhatian mamak saya itu pada anaknya ini.

 

SUAMI



Di Kompasianival 2012 itu saya bertemu dengan Kompasianer Bandung. Salah satu alasan saya mau datang juga karena kami mengurus satu boot milik komunitas fiksi di mana saya dan kompasianer Bandung itu menjadi adminnya. Namanya Bung Opik. Itu memang pertama kali kami ketemu setelah 1 tahun berteman di dunia maya. Bung Opik jugalah yang memberikan dukungan supaya saya sembuh. Karena selama sakit, saya jadi off menulis, off media sosial, bertugas “ngadmin” pun hanya sesekali muncul saja jika kepala tidak sedang sakit.

Lepas dari pertemuan itu, hubungan kami berlanjut jadi pacaran eaaakkkk 😅😅😅😅

Nggak lama-lama, cuma setahun dari pertemuan itu kami pun menikah. du...du...du....

Nama aslinya Taufik Rahmadiyanto. Selisih usia kami 3 tahun. Salah satu alasan saya tertarik sama Pak Suami karena memang karena kami punya hobi yang sama. Sama-sama suka nulis fiksi. Dia kerap merevisi tulisan-tulisan fiksi saya. Suka bantu menambah perbendaharaan kata. Bantu mengatur alur dan membuat ending yang menarik. Nggak semua penulis seberuntung saya, kan? Hehehee.

Setelah kami punya anak, waktu untuk saya ngeblog jadi nggak banyak. Karena selain saya bekerja, dia pun juga. Kami menitipkan anak pada orang tua saya yang memang kami tinggal serumah. Eh, ini permintaan mama, ya. Kalau maunya saya dan suami, kami tinggal terpisah. Tapi karena saya yang sering sakit-sakitan, bikin mama jadi khawatir. Makanya beliau nggak mau jauh-jauh.

Setelah anak saya yang pertama masuk SD dan yang kedua sudah 4 tahun, suami menyarankan saya untuk kembali ke dunia blogging. Katanya sayang hobinya, sayang bakatnya, sayang efek ngayalnya nggak dibuat tulisan, asemmm 😏😏

Mulai dari sanalah saya kembali lagi menulis. Kadang saya ngobrol sebentar saja sama dia bisa jadi bahan tulisan. Berantem bisa jadi bahan tulisan, tapi bukan curhat soal berantemnya, ya.

Makin aktif ngeblog, akhirnya beberapa kali saya dapat undangan untuk event-event wisata. Seperti kunjungan museum dan semacamnya. Di sini pun suami saya mendukung. Kami bertukar peran. Beliau yang menjaga anak kami di rumah. Sampai di rumah pun ia memberi saya waktu istirahat dan mengingatkan saya jangan lupa membuat review sesuai permintaan klien. Walaupun sebenarnya ada sedihnya, karena saya pengen juga suami kembali menulis seperti dulu awal kami kenal. Tapi kayaknya minatnya sudah beda sekarang. Beberapa kali saya coba ingatkan, masih tetap belum tergerak kayaknya. Ya, cuma bisa berharap suatu saat nanti saya bisa lihat dia nulis lagi.

Rasanya senang sekali punya support system seperti orang tua dan suami seperti mereka. Semua bisa lancar karena dukungan maksimal. Walau diawali dengan “berdarah-darah” pakai adegan sakit dan nangis-nangisan, tapi saya nggak nyesel kalau akhirnya bisa dimudahkan seperti ini.

Harapan saya, dua anak saya ada yang juga punya keinginan jadi blogger. Kelak, saya akan menjadi support system mereka 1000%.

Keberadaan support system itu nyata penting adanya. Siapapun bisa menjadi support system untuk orang lain.

 Salam sayang,
Ajeng Leodita

 


 

 

1 komentar:

  1. Setujuuuu mba. siapapun yg berjasa dalam kegiatan blogging kita, pantes disebut support system.

    Asiiik banget suami juga suka menulis 👍. Semoga yaa dia bisa balik aktif lagi 😁👍

    Suami buatku juga support system, tapi sayangnya dia ga suka ngeblog.cuma at least dia suka bantuin aku ambil foto buat keperluan blog, atau sediain gadget yg bisa dipakai ngeblog ntah laptop, hp etc.

    Tapi support system lainnya, itu temenku yg dari awal bikinin blog ku yg skr, dan dia juga yg melakukan maintenance, atau checking segala macam eror. Termasuk ingetin pembayaran annual fee nya. Jadi tanpa dia, aku ga bakal lancar sih menulis, apalagi gaptek gini 🤣.

    BalasHapus