Setelah Sakit, Baru Paham Siapa Support System yang Sebenarnya
id.quora.com |
Lagi
hits sekarang orang membahas tentang support system. Alias sistem pendukung. Ada pasangan yang sampai pisah cuma karena dianggap salah satunya nggak bisa jadi support system. Ada pertemanan yang bubar perkara tidak bisa jadi support system. Sebenarnya apa sih support system itu? Menurut Gramedia.com, support system adalah sebutan bagi orang-orang yang bisa
membantu serta selalu berada disampingmu dalam keadaan apapun terutama dalam
keadaan susah.
Lalu
siapa support system dalam aktivitas blogging saya selama ini?
ORANG TUA
Dulu,
orang tua saya tidak tahu saya ini hobi menulis. Mungkin juga pola saya yang
salah, karena jaman baru kenal dunia blogging
saya menukar jam tidur dengan jam aktivitas. Melek di jam 6 sore sampai pagi,
tidur di jam 10 pagi hingga sore, begitu seterusnya. Tentu saja hal itu berpengaruh pada banyak
hal. Terutama kesehatan. Akhirnya di 2012 saya ambruk. Masuk RS hingga 2 kali dalam
sebulan. Pernah jalani rawat inap selama seminggu di Rumah Sakit Paru Dr. M. Goenawan
Partowidigdo Cisarua Bogor karena ruang isolasi di RS langganana Jakarta penuh.
Tiap hari melihat pasien yang "berpulang" melintas di depan kamar saya. Drop,ga? Jelas. Makin
parah.
Pernah
mengalami beberapa kali tak sadar diri. Bahkan dokter sampai bilang saya susah
sembuh. Hal ini terjadi karena saya bedagang sambil merokok, aduh. Infeksi paru
membuat saya drop berkepanjangan, bukan cuma itu, ada pula infeksi ginjal yang
membuat tubuh saya menguning. Mama dan papa saya sampai sedih banget melihat
kondisi saya. Namun, mama dan papa saya, dua orang yang nggak pernah
meninggalkan saya. Mereka rela bolak balik Jakarta-Bogor demi bergantian menjaga
saya. Padahal saat itu masih ada adik perempuan saya yang masih sekolah.
Akhirnya,
yang disalahkan bukan cuma saya, tapi sampai ke aktivitas saya yang lain, yakni
menulis itu sendiri. Mama saya bilang menulis itu hanya menambah penyakit,
banyak berkhayal. Jadi nggak rasional.
Sedih
banget rasanya, tapi mau gimana lagi? Toh, saya juga yang salah.
Namun
perlahan tapi pasti saya tunjukkan ke orang tua bahwa dari menulis ini saya
justru merasa bahagia, kalaupun sampai sakit itu bukan karena aktivitas
menulisnya, melainkan pola hidup saya yang salah.
Tapi
saya pun maklum mengapa kedua orang tua saya berpikir demikian, keduanya memang
tidak terbiasa dengan dunia literasi. Dari keluarga besarnya pun tidak. Saya
bisa dibilang sebagai pioneer dalam keluarga besar yang mulai membudayakan dengan tulis
menulis. Bahkan seketurunan kakek dan nenek dari pihak mama maupun papa cuma saya yang nulis.
Ingat
pertama kali mama bisa menghargai hobi saya ini, waktu tulisan saya masuk di halaman
Freez, lembar yang disediakan untuk blogger-blogger di Kompasiana yang tulisannya
layak cetak. Di situ mama mulai percaya bahwa saya tidak setengah-setengah
dengan hobi ini.
Kompasianival 2012 |
Saya
bangga ketika mama cerita ke teman-temannya bahwa anaknya adalah seorang
blogger. Lebih bangga ketimbang mama cerita kalau anaknya seorang karyawan
swasta walaupun sudah memiliki puluhan anak buah. Saya merasa pintar aja gitu
disebut blogger. Ya, walaupun tetap di bawah rata-rata, 😞😞
Kemudian
saya pun mulai ikut membuat antologi bersama teman-teman komunitas fiksi. Terhitung
sudah hampir 9 antologi yang saya buat bersama komunitas. Beberapa di antaranya
karena saya menang event. Makin saja dukungan moriil itu muncul dari kedua
orang tua.
Satu
momen yang nggak akan saya lupa, waktu ada acara ulang tahun Kompasiana yang biasa
disebut Kompasianival di tahun 2012, dengan masih dalam kondisi belum
benar-benar sehat, Mama mengantar saya ke acara itu. Beliau memapah saya mulai
dari turun mobil sampai dengan ke lokasi acaranya yang saat itu diadakan di
sebuah Mall di Jakarta Selatan.
Beliau
menemani sampai acara selesai, saya melihat wajahnya yang lelah tapi tetap
semangat demi anak sulungnya yang penyakitan ini. Oh, ya, sebenarnya sakit itu
seperti teman baik buat saya. Mengingat sejak SD saya memang hobi banget keluar
masuk rumah sakit.
Beberapa
teman Kompasiana yang melihat mama menemani saya sampai salut, begitu besar
perhatian mamak saya itu pada anaknya ini.
SUAMI
Di Kompasianival
2012 itu saya bertemu dengan Kompasianer Bandung. Salah satu alasan saya mau
datang juga karena kami mengurus satu boot milik komunitas fiksi di mana saya
dan kompasianer Bandung itu menjadi adminnya. Namanya Bung Opik. Itu memang
pertama kali kami ketemu setelah 1 tahun berteman di dunia maya. Bung Opik
jugalah yang memberikan dukungan supaya saya sembuh. Karena selama sakit, saya
jadi off menulis, off media sosial, bertugas “ngadmin” pun hanya sesekali
muncul saja jika kepala tidak sedang sakit.
Lepas
dari pertemuan itu, hubungan kami berlanjut jadi pacaran eaaakkkk 😅😅😅😅
Nggak
lama-lama, cuma setahun dari pertemuan itu kami pun menikah. du...du...du....
Nama
aslinya Taufik Rahmadiyanto. Selisih usia kami 3 tahun. Salah satu alasan saya
tertarik sama Pak Suami karena memang karena kami punya hobi yang sama. Sama-sama
suka nulis fiksi. Dia kerap merevisi tulisan-tulisan fiksi saya. Suka bantu menambah
perbendaharaan kata. Bantu mengatur alur dan membuat ending yang menarik. Nggak
semua penulis seberuntung saya, kan? Hehehee.
Setelah
kami punya anak, waktu untuk saya ngeblog jadi nggak banyak. Karena selain saya
bekerja, dia pun juga. Kami menitipkan anak pada orang tua saya yang memang
kami tinggal serumah. Eh, ini permintaan mama, ya. Kalau maunya saya dan suami,
kami tinggal terpisah. Tapi karena saya yang sering sakit-sakitan, bikin mama
jadi khawatir. Makanya beliau nggak mau jauh-jauh.
Setelah
anak saya yang pertama masuk SD dan yang kedua sudah 4 tahun, suami menyarankan
saya untuk kembali ke dunia blogging. Katanya sayang hobinya, sayang bakatnya,
sayang efek ngayalnya nggak dibuat tulisan, asemmm 😏😏
Mulai
dari sanalah saya kembali lagi menulis. Kadang saya ngobrol sebentar saja sama
dia bisa jadi bahan tulisan. Berantem bisa jadi bahan tulisan, tapi bukan
curhat soal berantemnya, ya.
Makin
aktif ngeblog, akhirnya beberapa kali saya dapat undangan untuk event-event
wisata. Seperti kunjungan museum dan semacamnya. Di sini pun suami saya
mendukung. Kami bertukar peran. Beliau yang menjaga anak kami di rumah. Sampai
di rumah pun ia memberi saya waktu istirahat dan mengingatkan saya jangan lupa
membuat review sesuai permintaan klien. Walaupun sebenarnya ada sedihnya,
karena saya pengen juga suami kembali menulis seperti dulu awal kami kenal.
Tapi kayaknya minatnya sudah beda sekarang. Beberapa kali saya coba ingatkan,
masih tetap belum tergerak kayaknya. Ya, cuma bisa berharap suatu saat nanti
saya bisa lihat dia nulis lagi.
Rasanya
senang sekali punya support system seperti orang tua dan suami seperti mereka.
Semua bisa lancar karena dukungan maksimal. Walau diawali dengan “berdarah-darah”
pakai adegan sakit dan nangis-nangisan, tapi saya nggak nyesel kalau akhirnya
bisa dimudahkan seperti ini.
Harapan
saya, dua anak saya ada yang juga punya keinginan jadi blogger. Kelak, saya
akan menjadi support system mereka 1000%.
Ajeng Leodita
Setujuuuu mba. siapapun yg berjasa dalam kegiatan blogging kita, pantes disebut support system.
BalasHapusAsiiik banget suami juga suka menulis 👍. Semoga yaa dia bisa balik aktif lagi 😁👍
Suami buatku juga support system, tapi sayangnya dia ga suka ngeblog.cuma at least dia suka bantuin aku ambil foto buat keperluan blog, atau sediain gadget yg bisa dipakai ngeblog ntah laptop, hp etc.
Tapi support system lainnya, itu temenku yg dari awal bikinin blog ku yg skr, dan dia juga yg melakukan maintenance, atau checking segala macam eror. Termasuk ingetin pembayaran annual fee nya. Jadi tanpa dia, aku ga bakal lancar sih menulis, apalagi gaptek gini 🤣.