Sebuah blog yang berisikan tentang perjalanan wisata sejarah dan perjalanan kehidupan

Kamis, 28 Desember 2023

Jelajah Rumah Si Pitung









Apa yang terbersit di kepala mana kala mendapatkan pertanyaan "Siapa nama jawara asal Betawi?" Tak bisa dipungkiri, sosok Pitung adalah salah satu jawara atau pendekar yang namanya sangat lekat dengan kebudayaan Betawi hingga saat ini.

Beberapa film yang menceritakan kisah sang legenda ini dirilis dalam beberapa judul diantaranya, Si Pitoeng (1931), Si Pitung (1970), Banteng Betawi (1971), Si Pitung Beraksi Kembali (1976).

Untuk saya pribadi, mengenal keberadaan sosok Pitung dimulai dari menonton film berjudul Si Pitung yang diperankan oleh mendiang Dicky Zulkarnain yang pertama kali dirilis pada tahun 1970.

Dalam film tersebut digambarkan sosok Pitung adalah sosok yang berjasa bagi masyarakat Betawi. Dengan ilmu bela diri yang didapatkannya saat berguru pada Haji Naipin, Pitung bersama sahabatnya Dji'i berhasil merebut kembali asset masyarakat pribumi yang sempat dirampok oleh penjajah.

Namun, sejumlah orang masih mempertanyakan apakah sosok Pitung ini benar-benar ada, atau sekadar folklore saja? Mengingat tak banyak (bahkan hampir tak ada) barang-barang peninggalan bahkan foto sebenarnya dari sosoknya.


Yuk, ikut jalan-jalan menilik jejak-jejak Pitung di tanah Marunda.


Koleksi Pribadi


Bertepatan dengan perayaan Hari Ibu, Jumat, 22 Desember 2023 Komunitas Travelling Kompasiana (KOTeKa) mengadakan trip ke-15. Event bertajuk "Tur ke Rumah Si Pitung, Yuk!" ini bekerjasama dengan sosok Kompasianer Ira Lathief yang tengah merayakan 15 tahun masa berkarirnya sebagai tour guide.

Pukul 1 siang, kami sudah berkumpul di pelataran Rumah Si Pitung. Lokasinya terletak di Jalan Kampung Marunda Pulo 2, RT 2 RW 7 Kecamatan Cilincing, Jakarta Utara. Rumah Si Pitung ini merupakan salah satu lokasi wisata di bawah naungan Museum Kebaharian Jakarta.

Sebelum menjelajah Rumah Si Pitung, para peserta tur diberikan dulu sejumlah informasi mengenai sejarah tempat ini oleh Bang Tama, tour guide asli dari Rumah Si Pitung.  



Koleksi pribadi // Mbak Ira Lathief dan Bang Tama


Sejarah dimulai dari sini.

 

Sejarah Rumah Si Pitung

Koleksi Pribadi


Koleksi Komunitas KOTeKa


Rumah si Pitung (RSP) berdiri di lahan seluas 3000 meter persegi. Melihat dari bentuknya, rumah ini jauh berbeda dengan rumah-rumah umum milik masyarakat Betawi yakni Rumah Joglo. RSP menampilkan sebuah bangunan dengan bentuk rumah panggung khas suku Bugis -- Makassar.

Mulanya, lahan dan bangunan yang diperkirakan sudah ada sejak abad ke 20 ini adalah milik dari Haji Safiuddin, seorang saudagar yang berasal dari Sulawesi Selatan. Hal itu tentunya selaras dengan bentuk bangunan RSP ini. Ada 2 versi tentang rumah Haji Safiuddin ini. Versi pertama, rumah ini merupakan salah satu korban perampokan oleh Si Pitung yang kemudian harta rampokkan itu dibagikan kepada rakyat miskin yang ada di sekitar Marunda.

Versi kedua, Haji Safiuddin merupakan sahabat dari Si Pitung yang membiarkan rumahnya menjadi tempat jawara itu sembunyi dari para penjajah yang mengejarnya dan peristiwa perampokan tersebut adalah sebuah kamuflase untuk mengalihkan kecurigaan penjajah.


Kelahiran hingga Kematian Si Pitung

Kembali pada film Si Pitung yang dibintangi oleh mendiang Dicky Zulkarnaen, infonya film tersebut bukan sebuah film dokumenter melainkan film yang berdasarkan imajinasi sang sutradaranya, Nawi Ismail. Namun faktanya, masyarakat sudah terlanjur 'jatuh cinta' dengan hal-hal yang dimunculkan dalam film tersebut.

Pada film-nya, sosok Si Pitung adalah seorang pria gagah perkasa yang memiliki ilmu bela diri. Namun dari beberapa sumber mengatakan Pitung adalah singkatan dari frasa Jawa "pituan pitulung" yang berarti "tujuh sekawan tolong-menolong". Sehingga bisa diartikan bahwa Pitung ini bukanlah nama orang melainkan sebutan untuk sebuah kelompok.

Informasi dari Bang Tama, salah satu anggota Pitung yang diketahui nama aslinya ialah Raden Mas Ahmad Nitikusumah. Diperkirakan Pitung lahir di Rawa Belong pada tahun 1866. Ia dikatakan memiliki ayah berdarah Banten bernama Piung dan ibu berdarah Betawi bernama Supinah.

Sejak kecil Pitung mengenyam pendidikan mengaji dan bela diri di sebuah Madrasah milik Haji Naipih. Salah satu ilmu bela diri yang dipelajari adalah ajian Rawa Rontek yakni sebuah ilmu yang mampu membuat si pemiliknya akan hidup abadi. Satu-satunya cara untuk mengalahkan ajian ini adalah dengan menggantung tubuh pemiliknya sampai benar-benar mati. Karena diyakini siapapun yang memiliki ilmu yang berasal dari jaman Jawa Kuno ini tak boleh dikubur dalam tanah karena hal itu justru akan membuatnya hidup kembali.

Mulanya ilmu bela diri yang dimilikinya digunakan hanya untuk menjaga diri, namun karena sebuah kejadian pencurian hewan ternak milik ayahnya, Pitung akhirnya menggunakan kemampuannya untuk merebut kembali apa yang menjadi miliknya. Tak sampai di situ, keinginan Pitung akhirnya berkembang, tak hanya mengambil hak keluarganya, ia juga merampok para tuan tanah yang sudah merenggut harta masyarakat pribumi di Hindia Belanda. Oleh karena itu, Pitung dikenal sebagai perampok oleh pihak kompeni dan dianggap pejuang oleh pribumi.

Berdasarkan cerita Bang Tama dan berbagai sumber yang saya baca, saat itu berbagai cara dilakukan untuk menangkap Pitung. Salah satunya dengan mencari tahu kelemahannya. Terdapat banyak versi juga mengenai ini. Ada yang mengatakan bahwa sosok Haji Naipih (gurunya) yang justru membongkar rahasia kelemahan Pitung setelah mendapat tekanan dari kompeni. Ada pula versi lain yang menyatakan bahwa sahabat-sahabat Pitung sendiri yang membongkar rahasia tersebut.

Namun dari berbagai versi tersebut merujuk pada sebuah benang merah bahwa Pitung dikabarkan tewas karena peluru emas milik Adolf Wilhelm Verbond Hinne, seorang polisi hutan yang memiliki ayah berdarah Prancis dan ibu berdarah pribumi.

Sejak jasadnya dikubur, makam Pitung dijaga ketat para tentara kompeni, hal ini berhubungan dengan ajian Rawa Rontek yang dimilikinya. Mereka khawatir jasad Pitung akan kembali bangkit.

Ada sejumlah orang yang meyakini keberadaan makam Pitung terletak di daerah Kebon Jeruk Jakarta Barat. Yang kemudian jalan tersebut diberi nama Jalan Bang Pitung. Di lokasi tersebut terdapat sebuah makam yang belum bisa diyakini keabsahannya bahkan oleh pemerintah bahwa memang terdapat jasad Pitung di dalamnya. Namun, jika rekan-rekan ingin ke sana, lokasinya berada di Jalan Bang Pitung No.7, RT.1/RW.1, Kelurahan Sukabumi Utara, Kecamatan Kebon Jeruk, Jakarta Barat.


Peninggalan Sang Jawara di Rumah Si Pitung

Di lahan ini terdapat 3 bangunan yakni, Rumah Si Pitung, Musholla, dan ruang serba guna.

Jika teman-teman berharap akan menemukan benda-benda peninggalan Pitung di sini, mungkin akan merasa kecewa. Dinyatakan memang tidak ada peninggalan asli milik Pitung yang disimpan di sini.

Lahan dan bangunan ini diakuisisi pemerintah saat masa kepemimpinan Gubernur Ali Sadikin pada tahun 1993 dikarenakan sejarah persembunyian Si Pitung saja. Sebelum, lahan ini masih ditinggali oleh menantu dari pemilik lamanya yakni Haji Safiuddin.

Bangunan ini dibeli pemerintah seharga 700juta rupiah.

Seorang budayawan Betawi Alm Ridwan Saidi adalah sosok yang peduli pada keberadaan Rumah Si Pitung ini. Beliau mengatakan bahwa jika tempat ini ingin dijadikan cagar budaya maka sebaiknya ada koleksi yang disimpan di dalamnya. Mengingat tak ada satu pun peninggalan Si Pitung yang tersisa maka beliau berinisiatif menghibahkan sejumlah koleksinya untuk disimpan di sana.

Barang-barang milik Ridwan Saidi diletakkan di bangunan Rumah Si Pitung yakni seperti lampu, meja dan kursi makan, juga ada koper dan rebana.


Koleksi Pribadi


Koleksi Pribadi


Koleksi Pribadi

Koleksi Pribadi / barang koleksi Ridwan Saidi


Koleksi Pribadi

Selain itu, ada pula ranjang dan meja rias dalam sebuah kamar tidur yang hanya boleh dilihat dari luar. Namun tak ada penjelasan tentang benda-benda tersebut.

Koleksi Pribadi



Jadi, menurut teman-teman Si Pitung ini tokoh fiksi atau non fiksi? 


Menikmati Kue Khas Betawi dan Mengamini Segala Maknanya

Lepas dari melihat koleksi di Rumah Si Pitung, kami pun diarahkan menuju ruang serbaguna. Di sana kami diberikan sajian kue-kue khas Betawi. Masing-masing kue memiliki maknanya sendiri.


Koleksi Pribadi

Lemper ayam, teksturnya yang lengket dimaknai sebagai harapan sebuah hubungan pertemanan dan persaudaraan yang menyatu.

Kue Pepe, makanan satu ini terkenal dari Kepulauan Seribu, kue ini digadang-gadang adalah kue pertama yang muncul di lingkungan masyarakat Betawi. Kue berbentuk lapisan-lapisan berwarna warni yang digabungkan ini menyimbolkan keeratan hubungan dalam segala lapisan masyarakat, sehingga tidak ada perbedaan satu dan yang lainnya.

Kue Talam yang berbahan dasar tepung beras. Kue yang dalam sejarahnya merupakan pengaruh dari adat Tionghoa dan Belanda ini mengisyaratkan kekerabatan. Dulunya kue ini hanya dinikmati oleh para bangsawan. Saat ini kue Talam bisa kita temukan di tempat-tempat yang menjual jajanan tradisional.

Tak ketinggalan, ada Roti Buaya yang biasanya disajikan saat ada acara pernikahan adat Betawi yang bermakna kesetian dan kelanggengan hubungan suami istri. Selain itu roti buaya juga dimaknai sebagai lambang kesabaran, kemapanan ekonomi, dan harapan.

Bukan cuma sebagai pemandangan, kami diberi kesempatan juga untuk "mencabik-cabik" roti buaya dan menikmatinya.

Koleksi Pribadi // Roti Buaya


Sambil menikmati kudapan yang disediakan, Ira Lathief dan sejumlah rekan-rekan tour guide-nya juga berbagi cerita pada peserta bagaimana pengalaman mereka selama menjadi Pramuwisata. Mulai dari awal mereka memiliki keinginan untuk terjun ke bidang tersebut sampai dengan pengalaman mendapatkan client yang memiliki keinginan mendatangi tempat-tempat anti mainstream.

Koleksi Pribadi


Kesan dan Pesan

Sejujurnya, saya pribadi berharap lokasi ini bisa memiliki lebih banyak koleksi yang bisa dinikmati pengunjung. Jika memang tak ada barang-barang sejarah peninggalan Pitung mungkin bisa ditambahkan fasilitas menonton film-film layar lebar yang bertemakan tokoh legenda tersebut agar para pengunjung bisa merasakan aura Sang Jawara. Atau dibuatkan event-event bertemakan budaya Betawi secara berkala untuk meningkatkan jumlah pengunjungnya.


Untuk rekan yang ingin berkunjung ke sana, aksesnya cukup mudah.

Bisa dengan kendaraan pribadi atau umum. Untuk kendaraan umum bisa menggunakan commuterline dengan tujuan stasiun Tanjung Priok dan dilanjutkan dengan jaklingko. Saya pribadi menggunakan motor dari Bekasi kurang lebih 1 jam tanpa macet.

Waktu kunjungan di hari Selasa - Minggu pukul  08.00 s/d 17.00 (Senin libur)

HTM Dewasa 5.000, Mahasiswa 3.000 dan pelajar 2.000.

Murah, kan?

Segera ajak teman dan keluarga untuk menjejakkan kaki di sana, yuk!


Sebagai penutup, saya ucapkan rerima kasih untuk KOTeka dan Mbak Ira Lathief dan pihak Rumah Si Pitung yang sudah mengajak kami semua bisa menjejakkan kaki di lokasi saksi bisu keberadaan Si Pitung dalam versi yang lain.


Salam sayang

1 komentar:

  1. Setelah baca ini, aku lebih ngerasa Pitung ini hanya tokoh rekaan mba. Krn 1 pun ga ada data valid yg menyatakan dia ada. Kalo memang nyata, setidaknya ada 1 aja yg merupakan peninggalan beliau kan. Krn ga ada samasekali, makanya aku yakin dia hanya tokoh fiksi

    Tapi menarik memang, terlebih filmnya juga legend banget , aku aja suka sampe Skr 😊😄

    Pengen sih ajakin anak2' kesana juga

    BalasHapus