Dialog Rahasia
![]() |
Pic : Google |
Pertama kali aku berjumpa dengannya adalah saat
mewawancarainya lima tahun yang lalu sebagai calon guru. Indri namanya.
Penampilannya sederhana, manis, namun tatapannya kosong. Sebagai kepala
sekolah, aku perlu tahu latar belakang calon guru-guru yang akan bersama
denganku membuat perubahan di sekolah yang kini kupimpin.
Aku menunjuknya sebagai guru bimbingan dan
konseling, sekalipun itu sangat berbeda dengan gelar yang tertera dalam
ijazahnya. Hak prerogatifku benar-benar kumanfaatkan.
Hanya butuh waktu setengah jam, aku bisa mengorek
semua cerita masa lalu gadis itu. Masa lalu kami hampir sama, terbuang dan
disia-siakan.
Indri terlalu kecewa dengan hidupnya. Perlakuan
kasar ayahnya membuat trauma berkepanjangan. Hal itu pula yang membuat Indri
memilih meninggalkan kota kelahirannya, Surabaya.
*
Setelah diterima menjadi guru, aku dan Indri
seringkali berbincang, hanya berdua. Kadang suamiku, Anton, merasa waktuku
lebih banyak untuk Indri dari pada bersamanya. Aku tak sedikit pun merasa kesal
dengan keluhannya. Sudah kusampaikan padanya bagaimana masa lalu Indri sehingga
aku harus selalu ada untuk menguatkan. Kurasa suamiku hanya merasa kesepian.
Sebelas tahun kami menikah tanpa ada suara tangisan bayi dalam rumah. Kami
tidak memiliki masalah dengan kesuburan, tapi terus terang, aku yang belum
menginginkan.
*
Sekolah yang kupimpin ini cukup terkenal. Bukan
karena prestasinya, melainkan murid-murid yang berada di bawah pengawasan kami
adalah anak-anak bermasalah. Orang tua mereka berani membayar mahal agar buah
hatinya bisa tumbuh menjadi harapan keluarga.
Setiap Sabtu selalu ada sesi dialog rahasia, Indri
yang kini kupercaya melakukannya. Selain karena dia adalah guru yang membidangi
bimbingan dan konseling, juga karena kini Indri lebih percaya diri. Murid-murid
diberi kesempatan untuk mengungkapkan isi hati mereka tanpa harus merasa takut
Indri akan membeberkan rahasia.
Semua murid sangat antusias dengan rutinitas ini.
Anak-anak yang sudah berhasil dibina, sebaiknya dipindahkan ke sekolah lain,
itu saranku pada pihak orang tua, agar mereka tidak bercampur dengan anak-anak
yang masih butuh bimbingan.
Tiap akhir sesi, Indri selalu memberikan laporan
padaku, tentang apa saja yang anak-anak ceritakan. Ada yang sering dimaki di
rumah, dibedakan dengan kakak atau adik mereka, hingga diperlakukan tidak
senonoh oleh orang tuanya. Rasanya seperti bercermin pada kepahitan masa lalu,
mengapa anak-anak itu harus mengalami hal yang dulu pernah juga terjadi padaku.
Satu tahun berjalan, banyak perubahan yang
signifikan. Sekolah kembali menjadi sorotan. Banyak anak-anak didik yang
ditemukan mati bunuh diri. Kami dianggap gagal membina mereka, sekolah yang
kupimpin terancam ditutup paksa.
Pihak kepolisian memeriksa semua guru di sekolah
ini, termasuk aku dan Indri. Beberapa minggu kemudian hasil investigasi
diumumkan. Status kami semua tetap hanya sebagai saksi, tapi tidak dengan
Indri. Gadis polos itu akhirnya dinyatakan bersalah karena terbukti kerap
memberikan saran pada murid-murid yang merasa tidak mendapat kasih sayang orang
tua agar lebih baik mengakhiri hidup mereka.
Aku tidak bisa memberikan pembelaan untuknya,
sebuah rekaman di ponsel salah satu murid yang meninggal dunia adalah bukti
konkrit ucapan demi ucapan Indri saat sesi dialog rahasia. Pintu sel penjara
benar-benar terbuka lebar, hukuman 20 tahun harus dinikmati dengan besar hati.
*
Aku lupa kapan terakhir Indri mau menemuiku saat
aku menjenguknya. hingga aku hanya mengetahui perkembangannya hari ke hari dari
pihak penjara. Mereka bilang Indri sibuk meracau, mengatakan bahwa semua yang
ia lakukan pada anak-anak itu adalah sebuah perintah. Tiap kali ditanya siapa
yang memerintahkannya, Indri hanya bisa bungkam. Ia tak punya bukti apa pun
yang bisa mengirimku untuk tinggal satu sel dengannya.
Aku, Theresia. Aku kepala sekolah yang meminta
Indri memberikan saran-saran pada murid kami untuk bunuh diri. Niatku
sederhana, aku hanya tak ingin anak-anak malang itu merasakan kepahitan seperti
yang kami rasakan. Keluarga bukan tempat mereka, karena ada surga yang menunggu
mereka pulang.
Jika ada yang ingin menjadi guru, jangan lupa
segera hubungi aku. Aku kembali dipercaya memimpin sekolah baru, aku butuh
orang-orang seperti Indri lagi, yang bisa membantuku mengirimkan anak-anak
malang ke tempat yang lebih tenang.
0 comments:
Posting Komentar