Kejutan dari Setetes Parfum
![]() |
Pic : https://id.pngtree.com/ |
Anne
Smith masih terpaku di Brompton Cemetery, di depan sebuah nisan yang
bertuliskan nama Jade Wilson, kekasihnya. Jasad Jade ditemukan di sudut area
parkir Trafalgar Square. Kepolisian Britania Raya masih belum bisa mengungkap
motif dibalik pembunuhan Jade. Banyak kasus kriminal di kota ini yang tak
pernah selesai.
*
“Aku
tahu kau kehilangan, tapi kau harus bangkit. Kematian itu takdir, Anne,”
Anne
menatap Emily, sahabatnya, dengan mata berkaca-kaca.
“Kehilangan
Jade tidak sesederhana ucapanmu. Jika kau sahabatku seharusnya kau tahu itu!”
pungkasnya.
“Dia
terlalu posesif, kau seperti mayat hidup di sebelahnya, kau tak bisa melakukan
hal selain Jade dalam hidupmu!”
Anne
bergegas bangkit dari duduknya seraya meninggalkan sahabat perempuannya itu
buru-buru.
Emily
melempar kaleng beer di tangannya dengan kekuatan penuh, hingga terpental mengenai tembok kemudian jatuh ke lantai dan menimbulkan suara
yang cukup berisik. Ia kesal dengan sifat keras kepala Anne yang tak pernah
berubah sejak dulu. Sayangnya, ia tak dapat meninggalkan gadis itu sendirian.
Anne sangat rapuh, ia tak memiliki siapa pun di kota ini.
*
Semalam,
Jade mendatangi Anne dalam mimpi. Pria itu berdiri mematung sejauh 50 meter di
depan kekasihnya. Wajahnya murung, sama sekali tidak terlihat damai dengan
kematiannya.
Kondisi
jalan yang gelap membuat Anne sulit melihat apa yang ada di tangan kanan Jade.
Saat dirinya mencoba maju beberapa langkah, Jade justru mundur menjauh beberapa
langkah lebih banyak.
“Aku
rindu, Jade. Jangan menjauh,”
Jade
masih bergeming.
“Ingin
memberitahu sesuatu? Ayo, beritahu padaku, Jade,”
“Lusa
adalah malam ulang tahunmu, rayakan seperti biasa. Di apartemenku masih tersisa
banyak Cabernet Franc. Bersulanglah untukku, juga untuk kebahagianmu,”
itu kata-kata terakhir Jade, kemudian pria itu menghilang di kegelapan.
Anne
terbangun dari tidurnya dan tangisnya benar-benar pecah kali ini. Jade muncul
hanya untuk menambah keresahannya.
*
Anne
mengikuti kata-kata terakhir Jade dalam mimpi tempo hari. Diam-diam ia menerobos
garis polisi yang terpasang di depan pintu. Anne punya kunci cadangannya.
Jade
tidak mati terbunuh di apartemen, sehingga tak ada kesan angker di sana, yang
tersisa hanya kenangan bersamanya di tahun-tahun terbaik mereka.
Mata
Anne terpaut pada sebuah jaket kulit yang jatuh di lantai. Jaket yang ia
belikan saat Jade mendapatkan promosi di kantornya. Anne mendekap jaket itu
erat, berusaha menemukan lagi pelukan Jade yang sudah beberapa bulan ini tak
lagi ia rasakan. Namun, sama-samar Anne mencium aroma yang sangat familiar.
Bukan parfum seperti yang biasa Jade pakai. Ini aroma Caron Poivre, parfum
Emily.
Perasaan
Anne seketika tak karuan, muncul banyak tanya dalam kepala. Mengapa Emily
sampai ke sini? Ada urusan apa di antara mereka? Mungkinkah itu parfum wanita
selain Emily?
Anne
ingin menepiskan pikiran buruk yang memenuhi 80% isi otaknya. Namun, semakin ia
mencoba, rasa penasaran yang ada justru semakin menggila. Seketika muncul ide
dalam otaknya.
Perempuan
itu berjalan mendekati lemari di dapur Jade, mengambil sebotol Cabernet
Franc yang isinya tinggal setengah. Setengah lagi sudah diminum beberapa
bulan lalu saat mereka berdua merayakan hari jadinya yang ketiga.
Setelah
dua teguk wine masuk ke tenggorokannya, Anne mengirimkan pesan singkat pada Emily.
“Kau
di mana? Ini malam ulang tahunku. Datanglah ke apartemen Jade. Dia yang
memintaku ke sini,”
“Apa
maksudmu? Bagaimana bisa? Jade sudah mati, Anne!” balas Emily cepat.
“Jangan
mengulur waktu, ini sudah mendekati jam 12, aku ingin kau menemaniku seperti
biasanya, menjadi satu-satunya orang yang meniup lilin bersamaku, seperti
sebelum aku mengenal Jade. Kita masih bersahabat, bukan?”
Anne
mematikan ponselnya, sahabatnya itu pasti datang, ia tak akan bisa menolak apa
pun kemauannya.
45
menit yang ditunggu akhirnya Emily mengetuk pintu apartemen perlahan, security
bisa membunuhnya jika ia menerobos garis polisi yang membentang.
Anne
membukakan pintu untuk Emily. Sahabatnya itu mengamburkan pelukan. Aroma parfum
Caron Poivre kembali tercium lagi, kali ini lebih tajam dan pekat.
“Kau
hebat, aku tak memberi alamat apartemen ini, tapi kau sampai juga di sini.
Sudah berapa kali?”
Emily
terkejut mendengar pertanyaan Anne, ulu hatinya terasanya nyeri.
“Aku
…, “
“Apa
kau yang membunuh Jade? Atau kalian punya hubungan spesial di belakangku?”
“Aku
tak pernah punya hubungan apa pun dengannya. Kau berubah sejak Jade hadir. Aku
khawatir.”
Anne
tak percaya dengan apa yang baru saja didengarnya. Emily tidak menepis tuduhan
bahwa ia adalah pembunuh Jade.
Perempuan
terluka itu meninggalkan apartemen secepat kilat, bergegas menuju kantor
kepolisian terdekat. Emily duduk lemas di sofa empuk di mana ia pernah memohon
pada Jade untuk meninggalkan sahabatnya.
*
15
tahun berlalu …
Anne
membaca sebuah surat yang disampaikan pengacara Emily.
“Dear
Anna Smith, sahabatku.
Melindungimu
seperti tugas mulia. Percayalah, di balik sosok rapuhmu, akan ada orang-orang
yang datang padamu. Entah untuk menjaga atau memanfaatkan kelemahanmu. Kau
boleh menempatkanku di mana pun kau mau. Aku menerima hukuman ini bukan
karenamu, tapi karena aku benar-benar ingin kau baik-baik saja. Jade tak
seperti dugaanmu. Aku menemuinya di Bounce
Farringdon bersama dengan seseorang. Aku mengikuti mereka sampai ke
apartemennya lalu menunggu hingga perempuan itu keluar dari sana. Aku
menyaksikan Jade mendaratkan ciuman perpisahan padanya. Lalu sebuah taksi
membawa perempuan itu pergi. Apa aku harus diam saja melihat apa yang dilakukan
Jade terhadapmu? Maaf, jika aku mengambil keputusan yang salah, aku sama sekali
tidak ingin membunuhnya. Tapi kekasihmu tak menyadari kesalahannya.
Sengaja
aku minta Mr.Brown mengirimkan surat ini di hari kebebasanku dari hukuman, agar
kau tak perlu mengganti laporanmu pada kepolisian. Aku menikmati hukuman demi
hukuman dalam penjara ini. Setelah ini aku akan pergi, mungkin keluar dari kota
ini. Aku akan memulai hidup baru, bukan
menghindarimu. Dikenal sebagai narapidana pembunuhan akan menyulitkanku
mendapatkan pekerjaan. Percayalah, aku akan terus mengabari keberadaanku. Kau
tak akan kehilanganku, Anne.
Salam
sayang,
Emily
Dawson
0 comments:
Posting Komentar